"Sebagian sembuh, sebagian lagi mati, kita kubur di tiga titik dekat kandang sapi," kata Nendi.
Proses penguburan sapi-sapi ternak milik Warga Wanasuka, sempat ramai di sosial media terutama Twitter, kala itu warga berbondong-bondong mengangkut puluhan sapi yang mati akibat PMK.
"Ya pernah ramai di media sosial, akhirnya ya dapet perhatian, tim dokter pada datang tuh," ungkapnya.
Kondisi semakin diperparah dengan warga yang mulai tersulut emosi, lantaran tak terima sapinya mati akibat PMK. Saling tuding antar warga pun terjadi.
Toni Supandi (32) salah seorang peternak membenarkan keadaan itu. Kala itu, salah satu peternak sapi yang kebetulan terjangkit pertama kali, habis menjadi bulan-bulanan warga.
Toni masih ingat betul gentingnya situasi itu. Ia mengatakan, para Ibu-ibu di desa yang biasanya saling bantu di kandang, saat itu saling jual beli kata-kata.
Kandang sempat menjadi arena perang tudingan dan umpatan.
"Waduh repot, yang perempuan saling tuding, saya juga sempat terlibat dan mencoba menengahi," kata Toni.
Kala itu, di kandang, bukan hal yang aneh jika mendengar isak tangis, baik dari pemilik ternak atau dari pegawainya.
"Ada yang sedih karena hewan ternaknya mati, gak sedikit juga nangis karena sakit hati perkataan orang lain," tutur dia.
Konflik baru mereda setelah para sesepuh (orang yang dituakan) di Desa Wanasuka serta perangkat desa turun meredam dan menyudahi.
Waktu itu, kata Toni, satu hal yang mesti dipahami yakni kesadaran warga untuk bisa bangkit dari wabah PMK.
"Akhirnya, betul-betul disadari dan saling memaafkan, ya mungkin masing-masing dari kita lupa kalau wabah PMK memang pasti datang dan menyerang, sisanya kalau gak gotong-royong gak bakalan selesai," ungkap Toni.
Nendi mengatakan, sebelum PMK menyerang, satu warga bisa memiliki dua atau tiga ekor sapi.
Jika dalam satu keluarga terdiri dari empat orang, dan satu orangnya memiliki dua ekor, maka sudah ada enam ekor sapi dalam satu keluarga.
Kala PMK menyerang, tak sedikit warga yang kehilangan banyak hal. Sapi di Desa Wanasuka merupakan harta benda satu-satunya.
"Ada sekitar 15 orang warga yang kehilangan sapi, sampai gak punya sama sekali," tutur dia.
"Yang punya 5 ekor sapi tinggal 2 ekor, yang punya 3 ekor tinggal 1 ekor, kalau yang punya 1 ekor terus kena PMK ya udah habis, tinggal nunggu ada bantuan dari yang lain," tambah dia.
Jika dikonversi ke nilai uang, harga satu ekor sapi perah dengan kualitas super bisa mencapai Rp 20 juta per ekor, sedangkan sapi dengan kualitas biasa hanya Rp 4 juta per ekor.
"Tinggal dikalikan saja, masing-masing dari kita rugi berapa, yang pasti ratusan juta rupiah," kata Nendi.
Sementara Dokter hewan KPBS Pangalengan, Liedzikri Rizqi Insani mengatakan, KPBS mencatat, ada sebanyak 1.800 ekor sapi yang mati karena PMK di Desa Wanasuka.
Baca juga: Warga Bandung Ditemukan Tewas di Rumahnya, Mulut Disumpal dan Tangan Kaki Diikat
Liedzikri mengatakan, wabah PMK di Pangalengan menyebar sejak tanggal 17 Mei 2022.
Sapi-sapi di KPBS Pangalengan terjangkit karena beberapa sapi luar dari Boyolali dibawa ke Ciwidey, kemudian diangkut ke Pangalengan.