Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Dipaksa Beradaptasi dengan Banjir Bandung Selatan

Kompas.com - 14/10/2022, 13:17 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Adaptasi dengan perahu

Bertahun-tahun berteman dengan banjir, membuat Aki dan yang lainnya mulai beradaptasi.

Kegiatan sehari-hari harus bisa diatasi di tengah banjir yang belum tertangani. Suka atau tidak, lanjut dia, semua kalangan di Kampungnya mulai mengubah kebiasaan.

Kebiasaan yang paling mencolok, yakni hampir semua warga tak bisa lepas dari perahu.

Aki mengatakan, sejak lahir pada 1983, banjir sudah hadir di tengah kehidupannya.  Sejak saat itu pula, warga Kampung Bojongasih tidak pernah lepas dari perahu.

"Jadi kami di sini, punya atau harus memiliki transfortasi perahu, persiapan ketika hujan datang," bebernya.

Baca juga: Masyarakat Minta Pemda Serius Tangani Alih Fungsi Lahan di Kawasan Bandung Selatan

Bagi Aki dan warga lainnya, perahu merupakan penyelamat. Tidak aneh jika warga sekitar memperlakukan perahunya seperti alat transportasi pada umumnya.

"Dirawat kaya kita punya motor atau mobil," terangnya.

Jauh sebelum di bangunnya folder air, kolam retensi dan lainnya. Banjir Bandung Selatan seperti sesuatu yang akut. Pasalnya, untuk surut, warga harus menunggu berminggu-minggu.

Saat itu pula, perahu menjadi moda transfortasi yang paling diandalkan. Aki mengatakan, rutinitas anak sekolah, pekerja, hingga aktivitas sehari-hari menggunakan perahu.

Aki menyebut, para pemuda kala itu sudah bersedia sejak subuh untuk  membantu warga yang akan memulai aktivitasnya.

Tak sedikit, warga yang merasa terbantu memberikan sedikit rezekinya untuk para "driver" perahu tersebut.

"Begitu adanya, perahu menjadi alat bantu buat kita, sekolah, kerja, ke warung beli gas atau apa, bahkan ngangkut sepeda motor juga, benar-benar membantu istilahnya," ungkapnya.

Baca juga: Banjir Menerjang Bandung Selatan, 3 Kecamatan Terendam Luapan Sungai Citarum

Peran alat transfortasi perahu di banjir Bandung selatan, kata Aki, menjadi sangat krusial ketika banjir pada 2005 dan 2015.

Kala itu, banjir hampir setinggi atap rumah. Banjir di tahun itu, lanjut dia, tidak hanya membawa genangan air, namun juga material lumpur luapan sungai citarum yang ikut terbawa.

"Dulu kan banjir di sini tuh, istilah banjir per-lima tahun sekali, dan itu pasti tinggi. Tahun 2005 saya masih ingat ada lumpurnya, tinggi lumpurnya se dada orang dewasa, surutnya sampai tiga minggu. Kemudian tahun 2015 itu sampai atap genting, waktu itu gak ada cara lain semua aktivitas, evakuasi juga pakai perahu," jelas dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com