CIREBON.KOMPAS.com - Peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, provinsi Jawa Barat, pada akhir tahun lalu, Rabu (7/12/2022), dilakukan oleh Agus Sujatno. Dia merupakan residivis pelaku kekerasan berbasis ekstrimisme atau terorisme.
Meski telah melewati masa rehabilitasi di Lapas sebagai narapidana terorisme, Agus Sujatno masih berstatus merah, hingga akhirnya mengulangi hal serupa.
Sebelumnya, Agus Sujatno terlibat peristiwa bom di Cicendo, Bandung, dihukum empat tahun dan bebas dari Nusakambangan September 2021.
Baca juga: Detik-detik Penangkapan Terduga Teroris di Cirebon
Faisal Magrie, Program Harmoni Search For Common Ground menyampaikan ada kecenderungan seorang residivis pelaku kekerasan berbasis ekstrimisme melakukan hal serupa.
Program rehabilitasi dan reintegrasi yang dilakukan di dalam lapas juga berat dilakukan apabila para pelaku terus menerus menutup diri.
"Ada kecenderungan sekitar 12 persen. Namun angka ini berubah-ubah, tapi celah mantan melakukan hal serupa setelah kembali ke masyarakat tetap ada. Bahkan besar kemungkinan, bila program Reintegrasi dan Rehabilitasi tidak dilanjutkan di lingkungan tempat tinggal mereka," kata Faisal saat ditemui usai pelatihan penguatan kapasitas aktivis organisasi masyarakat sipil dan pemerintah di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (22/2/2023).
Baca juga: Pelaku Teror Bom Bandung Indekos Bersama Istri dan Anak di Sukoharjo, Ini Kata Warga
Rehabilitasi dan Reintegrasi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstrimisme, sambung Faisal, yang melibatkan masyarakat luas sudah dicanangkan sejak 2018. Kerja sama dan kolaborasi ini menjadi lebih kuat dan kokoh karena masyarakat terlibat dan berperan aktif.
"Dengan pelatihan ini, aktor-aktor masyarakat luas dapat meningkatkan potensi untuk melancarkan program Rehabilitasi dan Reintegrasi berasal dari masyarakat di kota dan kabupaten di daerah-daerah," tambah Faisal.
Terbukti di tahun 2019, Faisal bersama beberapa organisasi lain, membuat jaringan antara organisasi masyarakat sipil dengan pemerintah hingga berhasil membuat regulasi berupa Surat Keputusan (SK) di Kota dan Kabupaten.
SK tersebut membahas pembentukan tim terpadu deradikalisasi mantan pelaku terorisme di tahun 2021 di Provinsi Jawa Tengah dan tahun 2022 di Solo dan Sukoharjo.
Melihat hal itu, Faisal optimis, rangkaian pelatihan yang akan berlangsung sampai Maret 2023 ini, berimbas pada implementasi rehabilitasi dan reintegrasi terhadap pelaku kekerasan berbasis ekstrimisme.
"Tujuan utamanya mengembalikan full hak-haknya, dan bagaimana mereka bisa bercampur di masyarakat dengan normal tanpa ada stigma, kekhawatiran. Otomatis dengan adanya kosehisivitas itu, dia tidak kembali ke jaringan lamanya," terang Faisal.
Marzuki Wahid, Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) sekaligus pemateri pelatihan, menyampaikan sebuah peristiwa tidak akan pernah muncul secara tiba-tiba. Peristiwa memiliki rangkaiannya, bentuk rutinitas dan juga fondasi ideologi yang melandasinya.
Dia menyontohkan kasus bom yang terjadi di Masjid Mapolres Cirebon Kota, pada Jumat (15/4/2011). Kejadian itu sangat mengagetkan banyak pihak lantaran terjadi di masjid yang menjadi tempat ibadah dan pusat keamanan Kota Cirebon.
"Siapa yang memprediksi kalau Cirebon yang dikenal sebagai kota Santri, Kota Wali, Sunan Gunung Jati sangat toleran. Tiba tiba meledak bom. Tempat nya di masjid, di Mapolres yang merupakan pusat keamanan. Dilakukan oleh orang Islam. Ini anomali betul," kata Marzuki.