Hal serupa juga dialami oleh pedagang kelontong, Zulkarnaen (45). Ia mengaku sering merasakan getaran seperti gempa. Pada malam hari, kaca jendela bergetar, serpihan atap berjatuhan ke lantai.
Ia dan anaknya yang masih berusia 9 bulan pun terganggu suara bising saat hendak istirahat.
"Getarannya kayak gempa gtu kalau lagi bor. Biasanya dari pagi sampai dini hari. Saya tinggal di situ terganggu dan anak gak bisa tidur," ujar Zulkarnaen.
Baca juga: Truk Batu Bata Tabrak Rumah Warga di Bogor, IRT Tewas Saat Jemur Baju, 3 Orang Lainnya Luka
Pedagang kelontong ini menyebutkan, di deretannya atau kini disebut area C ada 10 bangunan yang dihuni 10 kepala keluarga mengalami retak-retak akibat terdampak proyek jembatan.
Warga-warga di Kampung Cikereteg, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin ini pun was was takut bangunan bisa saja tiba-tiba roboh.
Menurut dia, warga pun sudah melakukan protes dan sempat mendatangi pekerja proyek tersebut.
Namun, para pekerja proyek PT Brantas Abipraya tidak menggubris warga sekitar yang terdampak.
"Sosialisasinya juga enggak ada. Jadi kami merasa dirugikan intinya dengan adanya proyek ini. Tuntutan kita ya kompensasi, tolong diperhatikan. Karena semenjak kita usaha banyak dirugikan, termasuk perbaikan bangunan yang retak-retak," terangnya.
Baca juga: Arus Lalu Lintas di Puncak Bogor Padat, Personel Polisi Siaga hingga Besok
Pedagang ban, Khairuddin (48) juga mengaku kehilangan banyak pelanggannya.
Awalnya, ia masih bisa membuka tokonya usai longsor melanda ruas jalan di jembatan tersebut.
Namun, belakangan ini, toko miliknya itu semakin terdampak proyek pembangunan jembatan permanen Cikereteg.
Para pekerja proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) menyimpan material bangunan di sepanjang pertokoan tanpa izin.
Kini, ia terpaksa harus menutup tokonya karena banyak mengalami kerugian. Selain karena longsor, kejadian ini menjadi musibah baru bagi perekonomian warga sekitar.