Sebagaimana ingatan kolektif orang-orang tua, Kampung Cikeyeup sudah ramai dikenal sebagai kampung layang-layang sejak 1970-an.
Saat itu, anak-anak kampung mengenal layang-layang dari perantau Sumedang yang bermukim dan menjadi perajin di sana.
Kepala Desa Singajaya, Chozin Kurnia mengatakan, pemerintah desa mencatat jumlah perajin di wilayahnya tersebar di RW 04, 05, 06, 08 dan 11.
"Jumlah perajin yang kami catat ada sekitar 900 sampai 1000 orang. Para perajin layang-layang tersebar di 5 RW," ungkap Chozin.
Baca juga: Sandiaga Uno Jawab soal Pilpres Sambil Main Layangan yang Selalu Gagal Naik
Dari perajin itu, masyarakat dikenalkan bagaimana cara meraut bambu dan menimbang dengan benang, hingga akhirnya satu per satu masyarakat mendapatkan keuntungan dari menjual layang-layang hasil karya mereka.
"Semuanya bikin. Kerajinan ini memang sudah dari sekitar tahun 1970 waktu saya SMP. Orangtua-orangtua kami mengajarkan cara membuatnya. Bahkan sampai sekarang, anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah sudah bisa cari uang dengan membuat layangan," imbuh Chozin.
Seiring perjalanan waktu, pemilik modal datang dan menyediakan bahan baku mulai dari bambu, benang, sampai kertas yang sudah disiapkan dari pabrik.
Baca juga: Polisi Awasi Layangan di Banyuwangi karena Berisiko Ganggu Listrik Saat KTT G20 di Bali
Para perajin yang tak punya kuasa atas pasar akhirnya tunduk di bawah sistem pengepul.
"Jadi mereka gak boleh jual ke siapa-siapa lagi karena bahan baku dan upah yang sebenarnya enggak seberapa sudah dalam kontrol pengepul," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.