Ia mengaku punya pengalaman terjebak macet parah hingga belasan jam pada liburan tahun lalu.
Saat itu, ia ditawari oleh orang untuk lewat jalan alternatif dengan ongkos ratusan ribu rupiah per mobil.
Meski begitu, kata dia, kondisi itu tak membuatnya kapok berkunjung lagi tahun ini.
"Tawar menawar dan harganya turun, tapi lewat alternatif itu juga nyampe-nyampe ke tujuan, mobil sampai keluar asap (mesin overheat). Dari pengalaman itu lah kita belajar dan cari info lebih banyak soal rekayasa lalin," ungkapnya.
Baca juga: Okupansi Hotel di Puncak Bogor Jelang Nataru 2024 Hampir 100 Persen
Tidak jauh berbeda dengan Hajatinah (50), wisatawan dari Cengkareng, Jakarta Barat.
Ia memilih berwisata ke Puncak Bogor bersama rombongan keluarga besarnya karena sudah terbiasa.
"Kami di sini sudah 2 hari wisata dan nginapnya di vila," ucap ibu dengan sapaan akrab Tina.
Tina merasa udara Puncak Bogor sejuk namun kekurangannya ada pada kondisi arus lalu lintas yang masih kerap macet sehingga bisa membuat lelah fisik.
"(Kenapa milih puncak libur hari ini?) kita memang sering ke sini sih, walau macet juga, (kapok?) enggak sih. Karena sebelum ke sini kita juga tahu bakalan macet ya, pastilah kalau ke atas itu macet, rekayasa lalin buka tutup pasti ngalamin," ungkapnya.
Baca juga: 51.000 Kendaraan Masuk Jateng, Nana Sudjana: Sempat Macet
Ia pun menganggap kondisi itu tidak bagus untuk anak-anaknya.
"Macetnya aja yang bikin jenuh, kapok sih gak. Tapi ya tetap aja kita seneng datang ke sini, semua orang pun mengeluhnya macet itu aja," ujar.
"Saran saya sih jalan diperlebar supaya macetnya bisa teratasi," imbuhnya.