“Tornado merupakan kolom udara yang menghubungkan antara dasar Awan Cumulonimbus dan permukaan tanah, ukuran putaran lebih besar dan waktunya lebih lama, sedangkan angin puting beliung tidak sampai membentuk kolom udara bergerak lurus dan waktu putaran tidak lama (5-10 menit),” katanya.
Berdasarkan lokasinya, tornado biasanya terjadi di daerah dataran yang cukup luas dan terbuka serta tekanan udara yang rendah dan panas, “sedangkan kejadian kemarin wilayah terdampak lebih sempit,” kata Emilya.
Baca juga: BMKG Sebut Pusaran Angin di Rancaekek dan Jatinangor Bukan Tornado
Sejauh ini, peristiwa angin puting beliung yang terjadi 21 Februari di kawasan Rancaekek memiliki dampak terbesar, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Angin puting beliung sudah berkali-kali terjadi di kawasan Jawa Barat, menurut sejumlah laporan.
Angin puting beliung menerpa Rancaekek di Kabupaten Bandung pada sore hari. Dalam peristiwa ini lebih dari 300 rumah rusak, dan 16 orang mengalami luka.
Cuaca ekstrem berupa angin puting beliung menerjang pemukiman warga Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sedikitnya 298 rumah rusak, dan empat fasilitas umum terkoyak angin termasuk kantor desa.
Dalam peristiwa ini tercatat kecepatan angin mencapai 56km/jam, dan mengakibatkan lima orang mengalami luka.
Baca juga: Bey Sebut Puting Beliung di Jatinangor dan Rancaekek Tak Timbulkan Korban Jiwa
Puting beliung terjadi di Desa Bojongmalaka, Desa Rancamanyar, dan Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah-Bandung. Peristiwa ini membuat 141 rumah rusak.
Puting beliung menghajar bangunan Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung. Sejumlah kios rusak.
Puting Beliung disertai hujan menerjang Kecamatan Ciparay di Kabupaten Bandung. Setidaknya 90 rumah rusak, dan membuat pohon-pohon besar tumbang. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Dalam peristiwa terakhir, angin puting beliung juga menerjang kawasan Parongpong di Kabupaten Bandung Barat pada 18 Februari 2024 yang merusak pabrik tahu.
Baca juga: BMKG Bantah Angin Kencang di Rancaekek dan Jatinangor Tornado
Di Indonesia, dengan topografi dan kondisi yang ada, maka kejadian angin kencang dan salah satunya disebut sebagai angin puting beliung, merupakan fenomena yang semakin sering terjadi terutama di daerah perkotaaan yang panas.
“Hasil penelitian mahasiswa Geografi [UGM] memperlihatkan kejadian angin kencang di daerah Bandung Raya mempunyai pola tertentu akibat kondisi perbukitan daerah Bandung dan membentuk cekungan,” kata Emilya.
Baca juga: BERITA FOTO: Kondisi Rancaekek Usai Diterjang Puting Beliung
Puting beliung merupakan bencana alam tertinggi kedua di Indonesia setelah banjir. Pada periode 1977 - 2024 setidaknya BNPB mencatat jumlah peristiwa puting beliung mencapai 11.456 kasus.
Bencana alam ini mengalami puncaknya periode 2018 - 2020 dengan peristiwa lebih dari 1.000 kasus. Di luar periode ini jumlah peristiwanya di bawah 1.000.
BNPB melaporkan jumlah kematian akibat puting beliung mencapai 480 jiwa, dengan 320.498 kerusakan rumah warga.
Badan ini juga mencatat angin puting beliung berpotensi terjadi di seluruh Indonesia. Akan tetapi, sejumlah daerah yang rawan menjadi sasaran fenomena alam ini adalah Nusa Tenggara, Sumatra, Sulawesi, dan Jawa - terutama Jawa Barat.
Baca juga: Puting Beliung, Rumah dan Pabrik di Sumedang dan Rancaekek Rusak
Terlepas dari polemik istilah tornado atau puting beliung, fenomena angin besar di kawasan Rancaekek baru-baru ini perlu menjadi perhatian.
Pertama, jika dikaitkan dengan mitigasi dan adaptasi, maka yang diperlukan adalah prosedur dan sistem peringatan dini terkait bencana angin.
“Early warning system yang harus dikembangkan oleh BMKG terkait bencana angin dan SOP yang jelas terkait mitigasi dan adaptasi terhadap bencana angin bagi BPBD dan lembaga terkait,” kata Emilya.
Kedua, bisa dijadikan penelitian lebih luas yang dihubungkan dengan perubahan iklim.
Baca juga: Puting Beliung di Rancaekek, Pegawai Kahatex: Atap dan Ikan Beterbangan, Mesin Meledak
“Ternyata di Indonesia, efeknya bisa begini. [Misalnya] manifestasi dari perubahan iklim, puting beliung biasa bisa menjadi tornado,” kata Peneliti Klimatologi di BRIN, Erma Yulihastin.
Bagi Erma, fenomena ‘tornado di Rancaekek’ merupakan fakta baru dalam keilmuan cuaca di Indonesia. “Ini akan memberikan arah baru perspektif ilmu cuaca untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ekstrem ini di wilayah Indonesia,” katanya.
Wartawan Yuli Saputra di Bandung ikut berkontribusi dalam artikel ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.