Ali, petani Desa Bayalangu Lor, juga mengalami hal sama. Akibat masa tanam yang mundur ini, dia menjadi kuli borongan di pabrik.
Dia dipekerjakan untuk membantu beberapa tugas di pabrik, merapihkan barang, menjemur gabah, dan lainnya.
Dia mendapatkan bayaran sekitar Rp 100.000 sampai Rp 200.000 untuk tiap kali tuntas mengerjakan tugas.
"Kemarin beberapa bulan di pabrik, pabrik beras, kalau ga ada kerjaan lain, apa saja yang penting bisa buat aktivitas dan dapat uang, sambil nunggu hujan," kata Ali saat ditemui di sawah.
Baca juga: Harga Ubi Jalar Naik Jadi Rp 5.500 Per Kilogram di Magetan, Petani: Ini Termahal
Jabari, Kepala Urusan Ekonomi dan Pembangunan (Kaur Ekbang) Desa Bayalangu Lor, menyebut 80 persen dari seluruh warganya yang berjumlah sekitar 5.000 jiwa, bermata pencarian sebagai petani.
Mereka kerja di atas lahan sekitar 477 hektar sawah di Desa Bayalangu Lor.
Dengan kondisi masa tanam yang mundur, hampir sebagian besar petani, penggarap, dan juga buruh tadi terdampak. Banyak yang menganggur.
"Banyak yang ngeluh, karena lambat tanam. Penyebabnya kemarin kemarau panjang atau El Nino. Biasanya bulan 11-12 sudah kerja para petani. Sekarang baru bulan 2 mulai kerja. Tahun tahun lalu sih ga begini," kata Jabari ditemui Kompas.com di area persawahan Bayalangu Lor.
Baca juga: Kehidupan Petani di Tasikmalaya yang Jauh dari Sejahtera
Kondisi ini membuat banyak petani menganggur karena tidak ada lahan yang dikerjakan.
Saat ini, sambung Jabari, para petani sedang berusaha merawat tanaman padinya dengan baik agar mendapatkan hasil panen memuaskan pada Juni 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.