Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkatkan Kualitas, Petani di Kabupaten Bandung Beralih ke Pupuk Organik

Kompas.com, 21 Juni 2024, 13:53 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sebagian petani di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mulai menggunakan pupuk organik.

Meski pupuk tersebut terbilang mahal, namun kualitas padi yang dihasilkan memiliki daya jual lebih tinggi dibanding hasil panen yang menggunakan pupuk kimia.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ningning Hendarsah mengatakan, penggunaan pupuk organik memang menarik bagi para petani, apalagi melihat kualitas padi yang dihasilkan.

Baca juga: Cerita Harjono, Petani di Delanggu Beralih ke Pupuk Organik untuk Tanam Padi

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) terkait hal tersebut, dan kini pemerintah kota/kabupaten tengah berupaya merealisasikan penggunaan pupuk organik.

"Mudah-mudahan bisa menjadi solusi untuk kelestarian alam, lingkungan, dan juga menghidupkan lagi mikroba-mikroba yang dibutuhkan sebagai nutrisi di dalam tanah," kata Ningning, setelah melakukan pemupukan sawah dengan menggunakan pupuk organik NPK Phonska Alam, di Ciparay, Kabupaten Bandung, Jumat (21/6/2024).

Baca juga: Pupuk Organik dari Kotoran Hewan, Kreasi Kolaborasi Mahasiswa Unpar dan Unisba

Kabupaten Bandung, kata Nining, sudah mensosialisasikan bahkan meminta para petani untuk mulai beralih menggunakan pupuk organik. Nining menyebut, Kabupaten Bandung juga memilik produk pupuk organik sendiri.

Saat ini, luas sawah yang sudah menggunakan pupuk organik di Kabupaten Bandung mencapai 34 hektare, dan di Desa Sarina, Banjaran ada 100 hektare.

"Mungkin masih ada yang belum terdata di Kabupaten Bandung, wilayah pertanian sawah yang belum menggunakan pupuk organik," ujarnya.

Nining mengungkapkan, salah satu kendala terhambatnya penggunan pupuk organik, bukan terletak pada cara atau metode. Namun lebih pada harapan petani yang terburu-buru ingin segara memasuki masa panen.

Padahal, meskipun lambat tapi unsur struktur tanah bisa terakumulasi menjadi baik, mikroba tanah bisa hidup, dan lain sebagainya.

"Namanya organik kan pasti lambat, tapi petani ingin produktivitasnya cepat. Nah, petani juga mungkin biasanya ada tagline karasa (terasa) karampa (tersentuh) gitu ya. Petani kalau sudah melihat biasanya mereka mau, baik mengikuti dengan menggunakan teknologi ataupun pupuk organik yang bisa dilaksanakan oleh mereka. Jadi, intinya mereka ingin melihat dulu hasilnya biasanya seperti itu," ujar Ningning.

Padi yang dihasilkan menggunakan pupuk organik, sambung Nining, memang lebih berkualitas. Salah satunya tidak ada efek residu yang dirasakan manusia yang mengkonsumsinya.

Menurutnya, tak sedikit testimoni, penggunaan pupuk organik bisa meningkatkan produksi.

"Di sini sudah terlihat dari kelompok tani Jembar Tani hasil 5,5 ton per hektar menjadi 6,0, dan untuk di kelompok tani Sarina dari 6 ton menjadi 7 ton perhektar, berarti ada peningkatan produksi," tuturnya.

Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo mengatakan, sejauh ini kebutuhan bahan pangan organik dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Meningkatnya kebutuhan ini, sambung Dwi, selaras dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi produk organik.

Pupuk organik Phonska Alam adalah solusi yang ditawarkan Petrokimia Gresik untuk mendorong produktivitas komoditas organik.

"Berdasarkan demonstration farming (demfarm) yang dijalankan Petrokimia Gresik di beberapa daerah di Indonesia, penggunaan Phonska Alam mampu meningkatkan produktivitas padi organik sebesar 13 persen, dari rata-rata sebelumnya 5,5 ton setiap hektarnya, menjadi 6,5 ton per hektar. Keberhasilan demfarm inilah yang sekarang diadopsi melalui Program Makmur," ujar Dwi Satriyo dari keterangan tertulis.

Ia menjelaskan, Phonska Alam merupakan pupuk NPK berbasis organik pertama di Indonesia.

Kandungan N, P, dan K pada pupuk ini sudah terstandar dan bermutu bagi pertanian organik sehingga sangat tepat untuk menjadi solusi kemajuan pertanian organik di Indonesia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Bandung
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Bandung
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Bandung
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Bandung
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Bandung
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Bandung
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Bandung
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Bandung
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Bandung
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Bandung
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Bandung
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Bandung
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Bandung
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau