KARAWANG, KOMPAS.com- Selama 15 tahun, Faizol berkarir sebagai pekerja seni teater. Proses dan perjalanan panjang penuh liku tak membuatnya gentar.
Faizol Yuhri, nama lengkapnya, menjadi pekerja seni teater sejak masuk kuliah di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) pada 2009 lalu.
Baca juga: Menanam Mimpi di Panggung Teater
Tepat di semester satu, dia bergabung ke Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Gabung Unsika.
Baca juga: Ingin Gelar Kegiatan Seni dan Budaya Gratis? Gedung Seni Budaya Kota Tangerang Bisa Jadi Rekomendasi
"Sejak itu saya jadi pekerja seni teater di sana. Kira-kira kalau dihitung sudah 15 tahun saya berkarir sebagai pekerja seni teater," ujar Faizol di Karawang, Selasa (25/6/2024).
Faizol pernah menjadi aktor di pentas Nyanyian Angsa (Anton Chekov), Pinangan (Anton Chekov), dan Malam Jahanam (Motinggo Busje).
Lalu menjadi sutradara di pentas Ayahku Pulang (Usmar Ismail), Tua (Putu Wijaya), Aeng/Alimin (Putu Wijaya), dan Arkeologi Beha (Beny Johanes).
Faizol yang kini menjadi pelatih di UKM Teater Gabung Unsika itu punya alasan tersendiri mengapa dia memutuskan jadi pekerja seni.
Musababnya, dia sering tidak nyaman berbicara di depan banyak orang. Dia sering kebingungan mencari topik saat berbasa-basi dengan orang baru.
"Berkesenian jadi satu-satunya jalan yang saya pilih untuk mengutarakan isi hati dan pikiran saya. Lewat teater, saya bisa mengungkapkan perasaan dan gagasan saya melalui karakter (jika menjadi aktor) yang saya mainkan, atau melalui konsep pertunjukan (jika menjadi sutradara) yang saya bentuk di panggung," ungkap Faizol.
Perjalannya selama berteater tentu menemui dan membawa sejumlah kesan. Baginya yang paling berkesan saat berkesenian teater ialah saat proses garapan.
Secara garis besar, kata Faizol, proses dalam teater mencakup pertama pembentukan panitia, yakni tim produksi dan tim artistik.
Kemudian tim produksi menggarap proposal, konsep acara, perizinan tempat, penjualan tiket, hingga menyusun rencana anggaran.
Kemudian tim artistik berkonsentrasi di tata busana, tata panggung, tata lampu, tata musik, tata rias, keaktoran, dan penyutradaraan
Kemudian proses memilih naskah, kemudian melakukan casting, reading, dan blocking. Segelah itu barulah membuat konsep pertunjukan secara utuh.
Proses tersebut memang sangat melelahkan. Untuk sebuah pertunjukan berdurasi 30 sampai 45 menit, proses garapannya bisa memakan waktu tiga sampai enam bulan.
Panggung dan segala atribut properti di atasnya, yang kami buat semalam suntuk, hanya dipakai untuk pertunjukan setengah jam lebih. Selebihnya dibongkar.
"Namun di balik proses panjang itu, kami belajar tentang kerja sama dan menekan ego. Dari teater, saya belajar tentang mengorbankan kepentingan sendiri demi kepentingan bersama. Bagaimana mengusahakan segala sesuatu dari modal seadanya," kata Faizol.
Bukan saja kesan, tantangan sudah pasti ditemui pria 32 tahun itu. Salah satunya soal pendapatan.
Menurutnya, di Karawang, Jawa Barat, menjadikan profesi seniman sebagai pekerjaan primer tentu tidak akan cukup.
"Ekosistem kesenian di Karawang, terutama teater, belum semapan kota lain seperti Bandung, Jakarta, atau Yogyakarta," ujarnya.
Menurutnya, ekosistem teater yang sehat di sebuah kota adalah apabila empat syaratnya terpenuhi.
Pertama, kritikus yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, tidak punya peran ganda sebagai kritikus sekaligus pelaku teater.
Kedua, penonton yang bukan dari kalangan pegiat teater, tapi berasal dari penonton umum yang penuh kesadaran mencari dan menonton pertunjukan teater.
Selama ini, ujarnya, penonton teater di Karawang berasal dari pegiat teater, atau kawan dan saudara dari pelaku teater yang sedang pentas.
Ketiga, pemerintah daerah yang berpihak pada kesenian. Minimal punya pos anggaran khusus untuk seni pertunjukan. Minimal, disediakan tempat pertunjukan yang representatif.
Keempat, stakeholder dan perusahaan swasta yang mensponsori pertunjukan, atau memberikan dana corporate social responsibility (CSR) demi keberlanjutan pertunjukan sebuah grup teater.
"Di Karawang, penghasilan dari tiket tidak menutupi ongkos keseluruhan proses. Balik ke poin nomor tiga, ketiadaan tempat repsesentatif membuat ongkos pertunjukan teater jadi mahal. Kami perlu biaya lebih untuk sewa tempat atau aula, sewa lampu, sewa perangkat audio, sewa mobil untuk memindahkan properti dari lokasi latihan ke lokasi pertunjukan," ucap Faizol.
Kendati demikian, Faizol mengaku tak gentar. Ia tidak menjadikan profesi pekerja seni sebagai pekerjaan utama.
Kini, dia masih bekerja sebagai karyawan di sebuah pekerjaan, yang tiap Senin sampai Jumat bekerja seperti biasa.
"Setiap Sabtu dan Minggu, saya menjalani profesi sekunder saya sebagai pekerja seni, berproses di UKM Teater Gabung Unsika," ujarnya.
Di Karawang, kata Faizol, tidak ada Dewan Kesenian. Selama ini, dia dan kelompok teaternya tidak menggunakan anggaran dari pemerintah untuk berkesenian. Ia pun berharap bisa konsisten sampai seterusnya.
"Kami juga tidak pernah meminta sesuatu kepada pemerintah. Kami sadar diri, kesenian apalagi teater bukan prioritas utama dalam penggunaan APBD di Karawang," ucapnya.
Namun, para pekerja seni teater berharap dibuatkan gedung pertunjukan yang representatif. terbuka bagi semua proses kesenian, gratis, dan mudah diakses.
Sebab, saat ini di Karawang tidak ada gedung yang representatif untuk pertunjukan.
"Kami biasanya memanfaatkan aula kecamatan, aula Pemkab, atau aula untuk pernikahan sebagai lokasi pentas. Itulah uniknya teater. Bagi saya, teater adalah cara mengakali segala sesuatu yang minim menjadi sesuatu yang bernilai. Teater tidak wajib pentas di tempat representatif," ujarnya.
Meski begitu, dia mengaku bersyukur di Karawang tidak ada pandangan miring soal seniman.
Adapun soal intimidasi, dia tentu saja pernah mengalami. Namun dari intimidasi itu, dia dan rekan-rekannya belajar supaya lebih halus dalam menyampaikan kritik.
"Panggung bukan tempat orasi, di mana kritik disampaikan secara keras dan terang benderang. Kalau mau orasi, lebih baik demonstrasi saja, jangan berteater. Di panggung teater, kritik disampaikan dengan halus, satire, kadang dibumbui komedi," ucapnya.
Tak hanya aktif sebagai pekerja seni teater, Faizol juga seorang penulis sekaligus penyair.
Ia dua kali menerbitkan buku puisi. Pun beberapa tulisannya dimuat di beberapa website.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.