Editor
KOMPAS.com - Sebuah spanduk peringatan dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum terpasang di Jembatan Perahu milik Haji Endang di Dusun Rumambe, Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Senin (26/4/2025).
Spanduk itu menyatakan bahwa jembatan tersebut tidak memiliki izin resmi dan dianggap melanggar hukum.
Namun, spanduk tersebut diturunkan warga setempat pada Selasa (29/4/2025).
Mereka menilai pemasangan spanduk tanpa pemberitahuan tersebut tidak menghormati peran jembatan yang selama ini menurut mereka bermanfaat.
Baca juga: Jembatan Perahu Haji Endang Dipasang Spanduk Tak Berizin BBWS, Dicopot Warga
BBWS Citarum melalui akun Instagram resminya, @pu_sda_citarum, menyebut pembangunan dan pengoperasian jembatan perahu itu menyalahi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air serta Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015 tentang Pemanfaatan Sempadan Sungai.
"Pembangunan tanpa izin berpotensi mengganggu fungsi alami sungai, terutama saat debit air meningkat atau saat terjadi bencana banjir," tulis keterangan BBWS Citarum.
Mereka berharap pemasangan spanduk tersebut dapat menjadi pengingat akan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dan mendorong adanya koordinasi antara pengelola jembatan, pemerintah daerah, serta BBWS demi menemukan solusi terbaik bagi masyarakat.
Dikonfirmasi mengenai pemasangan spanduk tersebut, pemilik jembatan, Haji Endang atau Muhammad Endang Junaedi, menanggapi hal itu.
"BBWS kan punya pemerintah, kami kan masyarakat. Yang penting enggak merusak lingkungan," kata Endang.
Ia menegaskan jembatan telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), meskipun ia mengakui status izinnya mungkin dianggap belum sepenuhnya legal.
"Walaupun saya izin sebenarnya ada, yah bolehlah anggap saya ilegal. Namun, manfaatnya banyak. Saya kan bukan baru sekarang, sudah 15 tahun berjalan," ujarnya.
Baca juga: Jembatan Perahu Sudah 15 Tahun tetapi Baru Diperingati BBWS, Haji Endang: Ada Apa Ini?
Menurut Endang, tarif Rp 2.000 yang dibebankan kepada pengendara digunakan untuk perawatan jembatan, penerangan, gaji karyawan, serta pemeliharaan jalan di sekitar jembatan.
Endang juga mempertanyakan kekhawatiran BBWS.
"Kalau menutup, pikirkan dampak terhadap masyarakat sini yang orang kerja," katanya.
Bahkan, Endang siap menandatangani surat pernyataan tanggung jawab bila jembatan menimbulkan masalah.
"Kalau khawatir, ya saya siap bikin surat pernyataan kalau ada kejadian, bukan tanggung jawab BBWS," tuturnya.
Pengendara melintasi jembatan perahu Haji Endang di Desa Anggadita, Klari, Karawang, Jawa Barat, Selasa (29/4/2025).Bagi warga sekitar dan pekerja pabrik, jembatan itu adalah jalan pintas vital.
Setiap hari, ribuan kendaraan roda dua—mayoritas milik buruh pabrik dari kawasan industri Klari dan Ciampel—melintasi jembatan ponton di atas Sungai Citarum ini.
Salah satu pengendara, Nugraha, mengaku jembatan ini sangat membantunya dalam aktivitas harian.
"Membantu, tidak apa-apa bayar Rp 2.000," ujarnya pada Selasa (29/4/2025).
Menurut Nugraha, jika jembatan ditutup, ia harus memutar jauh sehingga menghabiskan waktu lebih lama di jalan.
"Bisa jadi jalan pintas, kalau memutar lumayan lama," katanya.
Baca juga: Kata Pengendara soal Jembatan Perahu Haji Endang di Karawang: Jangan Ditutup...
Senada, Muhammad, seorang pekerja di kawasan industri Surya Cipta, mengaku jembatan itu krusial untuk mengejar waktu kerja.
"Kalau telat, takut kena sanksi," ujarnya.
Ia pun berharap konflik antara pengelola jembatan dan BBWS dapat diselesaikan secara bijak dan tidak berujung pada penutupan fasilitas.
"Kalau bisa jangan ditutup, diselesaikan antara kedua pihak bagaimana baiknya," kata Muhammad.
(Penulis Kontributor Karawang Kompas.com: Farida)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang