Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 25 Tahun Sukirman Jaga Palang Kereta, Jadi Rambu dan Peringatan Nyawa Pengendara

Kompas.com, 27 Mei 2025, 15:22 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Balasan senyuman menjadi bayaran bagi siapa pun yang menyisihkan uang receh untuk Sukirman.

Meski tak semua pengendara motor atau mobil memberi uang, pria berusia 59 tahun itu tetap ramah;

senyum serta lontaran kalimat "nuhun" (terima kasih) pasti diucapkannya tanpa pandang bulu.

Hal itu dilakukannya hampir 25 tahun, selama menjaga pintu palang perlintasan kereta api di Perlintasan Rel Jalan Walini, Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Baca juga: Rel Jadi Rumah, Cemas dan Harap Warga di Tengah Rencana Reaktivasi Kereta Bandung–Ciwidey

Panas terik matahari dan gersangnya suasana tak membuat pria paruh baya itu kalah.

Dua dasawarsa lebih dia menikmati profesi sebagai penjaga pintu perlintasan kereta.

"Saya di sini sejak tahun 2000. Dulu situasinya enggak kaya gini, tanah masih merah, masih banyak sawah, tetapi memang lintasan kereta sudah ada," katanya ditemui di sela-sela kegiatannya, Selasa (27/5/2025).

Sebelum memilih menjadi petugas penjaga palang pintu kereta, beberapa pekerjaan pernah dilakukan Sukirman, mulai dari tim cek lapangan di perusahaan ternama, hingga menjadi pekerja konstruksi.

Kendati menjadi penjaga palang perlintasan kereta sempat tak dibayar negara, tetapi Sukirman tetap ikhlas menjalani profesi.

"Leutik eweuh gede ulah tinggaleun (Rezeki besar belum ada, jadi yang kecil jangan ketinggalan)," ujarnya sambil tersenyum.

Baca juga: Pekerja Proyek Rel Tewas Tertabrak Kereta Api, Korban Sedang Mengambil Air Minum

Suara genta dari arah Stasiun Cicalengka berbunyi, lampu sinyal di rel berganti warna.

Sukirman langsung melangkah ke jalan untuk memberi tanda kendaraan yang melintas agar mempercepat lajunya.

Setelahnya, ia mesti menutup palang kereta berbahan bambu yang dibuatnya sejak lama.

Sesekali ia mengangkat tangan untuk memastikan kendaraan dari arah berlawanan berhenti.

Perjalanannya menjaga pintu perlintasan berawal dari ajakan Abah Uko, kerabat yang jauh lebih tua darinya.

Usia yang tak lagi muda membuat Abah Uko mengajak Sukirman untuk ikut menjaga pintu perlintasan.

"Dulu jalur ini masih single track, sekarang sudah double track. Dulu belum ada pos pengawasan, nah saya sudah ada di sini," ujarnya.

Perubahan lingkungan, yang dulunya areal persawahan, hingga Sukirman yang sudah memahami bahasa dalam dunia kereta seolah menobatkan dirinya menjadi saksi revolusi moda transportasi darat itu.

Sukirman (52) salah satu penjaga pintu perlintasa kereta di Jalan Walini, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/5/2025)KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Sukirman (52) salah satu penjaga pintu perlintasa kereta di Jalan Walini, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/5/2025)

Penghasilan Sehari-hari

Dari hasil menjaga pukul 10.00 WIB pagi hingga pukul 16.00 WIB, Sukirman bisa meraup Rp 70.000 hingga Rp 100.000.

Pintu perlintasan Rel Jalan Walini, kata dia, aktif dijaga sejak pukul 04.00 pagi hingga pukul 23.00 WIB.

Dulu, hanya dia dan Abah Uko saja, tetapi belakangan ada dua orang yang ikut menjaga palang pintu perlintasan kereta.

"Memang dari PJKA belum ada perhatian, sebetulnya yang ngasih juga mungkin karena sudah tahu sejak lama saya jaga palang kereta. Kalau kata Dishub, enggak boleh, tetapi rezeki ada saja," ungkap dia.

Dari hasil menjaga palang pintu perlintasan, Sukirman bisa menyekolahkan empat anaknya hingga lulus sekolah menengah atas (SMA).

"Saya enggak kerja, full saja kerja di sini. Anak saya empat, alhamdulillah bisa sekolah sampai beres," ucap dia.

Diangkat Jadi Pekerja

Dua dasawarsa lebih Sukirman dianggap ilegal menjaga pintu perlintasan.

Kendati begitu, ucapan terima kasih dan rasa hormat kerap diberikan pada pria tua itu.

Bak pahlawan tanpa tanda jasa, Sukirman akhirnya diangkat sebagai pekerja di bawah Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bandung.

Mimpinya itu dimulai ketika pembangunan pos pengawasan serta palang pintu otomatis yang tak jauh dari tempat dia berjaga.

"Baru dua tahun lalu, pembangunan pos pengawasan, double track, juga pintu otomatis ini, saya mengajukan, akhirnya diterima," katanya.

Baca juga: Video Viral Pemotor Tabrak Palang Pintu Perlintasan Kereta hingga Terlempar ke Rel, Ini Penjelasan KAI

Diketahui di depan palang pintu bambu tempat Sukirman berjaga terdapat pintu otomatis yang belum diaktifkan serta terbangun pos pengawasan yang juga masih belum berpenghuni.

Rencananya, usai Sukirman disekolahkan di Bekasi untuk memahami lebih jauh soal rambu-rambu kereta api dan aturan menjaga perlintasan, dia akan mengisi pos pengawasan untuk kemudian menjadi operator palang pintu otomatis.

"Sekarang sudah diakomodasi sama Dishub Kabupaten Bandung, baru dua tahun. Disekolahkan dulu di Bekasi sama Dishub. Dikasih tahu soal lintasan dan palang kereta. Sederhana, saya cuma diminta KTP, KK, dan ijazah," terangnya.

"Ini juga sudah aktif palangnya, cuma katanya kurang pekerja, saya dijanjikan jadi operator untuk itu," tambahnya.

Dua tahun menjadi pegawai Dishub, Sukirman dibayar Rp 70.000 per hari.

Tak hanya itu, dia diwajibkan absen melalui grup WhatsApp dengan cara mengirim foto.

Debat dengan Pengendara Nekat

Kendati sudah berpengalaman menjadi penjaga palang pintu kereta api, tak sedikit para pengendara yang nekat melintas, padahal palang pintu sudah diturunkan.

Dulu, kata dia, dia kerap kali berdebat dengan pengendara.

Namun, belakangan masing-masing pengendara kerap saling mengingatkan agar tak menerobos saat kereta akan melintas.

"Meskipun sudah saya jaga, ada aja yang menerobos. Malah yang marah itu sesama pengendara. Kalau sama saya pasti marah; saya mah sudah berupaya melarang," ungkap dia.

"Saya pernah berdebat dengan polisi yang menerobos, malah saya debat saja karena dia enggak lihat ada rambu-rambu atau peralatan penerangan yang saya pakai. Itu malam kejadiannya," tutur dia.

Sibuk Saat Puasa

Jalur kereta akan terasa sibuk saat bulan puasa. Sukirman menuturkan jadwal kereta berangkat bisa bertambah hingga delapan pemberangkatan.

Pada masa sibuk itu, tak sedikit kisah tragis kecelakaan atau aksi bunuh diri kerap disaksikannya selama menjaga perlintasan kereta.

"Kalau kecelakaan kendaraan, alhamdulillah belum, tetapi yang bunuh diri pengalaman saya ada empat kali. Semua itu rata-rata beberapa hari jelang Lebaran," tutur dia.

Sekali lagi, genta berbunyi dua kali, tanda kereta dari dua arah akan melintas.

Sukirman membelah kebisingan genta dengan menurunkan palang bambu.

Lambaian tangannya seketika menjadi peringatan keras bagi pengendara.

Meski begitu, senyuman manis pasti akan terlepas usai kereta melintas, terus berulang hingga petang tanda jadwal Sukirman harus pulang.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Cerita Haru Pekerja Bangunan Indramayu, Selamatkan Anak Terseret Arus dan Bertahan Hidup Pascabanjir Aceh
Cerita Haru Pekerja Bangunan Indramayu, Selamatkan Anak Terseret Arus dan Bertahan Hidup Pascabanjir Aceh
Bandung
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Bandung
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Bandung
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Bandung
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Bandung
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Bandung
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Bandung
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Bandung
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Bandung
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Bandung
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Bandung
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Bandung
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Bandung
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Bandung
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau