Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Ojol Naik Tak Disambut Antusias, Pengemudi: Naik tetapi untuk Driver Tetap, Buat Apa?

Kompas.com, 1 Juli 2025, 16:44 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8-15 persen ternyata tak sepenuhnya disambut antusias oleh para pengemudi.

Sejumlah driver menilai kenaikan hanya akan menambah beban penumpang, tanpa benar-benar meningkatkan pendapatan di lapangan. Arif (35), contohnya.

Pengemudi ojol yang biasa mangkal di Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, ini mengatakan, kenaikan tarif seharusnya diikuti dengan peningkatan pendapatan bersih pengemudi.

Sebab, kenaikan selalu hanya menguntungkan aplikator.

Baca juga: Rencana Tarif Ojol Naik 15 Persen, Pengemudi: Semoga Bukan Prank

"Kalau tarif naik, tetapi driver-nya tetap dapat Rp 10.400, ya buat apa? Yang naik itu biaya ke customer, bukan penghasilan kami," ujar Arif saat sedang antre perpanjang SIM gratis Hari Raya Bhayangkara di Cibinong, Selasa (1/7/2025).

Ia menyebut, tarif untuk perjalanan jarak dekat bisa mencapai Rp 15.000 di aplikasi, tetapi pendapatan bersih yang masuk ke driver hanya sekitar Rp 10.400.

Sisanya terpotong untuk biaya aplikasi, layanan, hingga promo-promo yang digelar oleh aplikator.

Menurutnya, kondisi di lapangan kian sulit karena orderan menurun selama musim liburan, ditambah persaingan antar-aplikator yang semakin ketat.

Ia berharap ada regulasi yang mampu memastikan kesetaraan tarif di antara platform ojol yang ada.

Baca juga: Driver Ojol Solo Dukung Rencana Kenaikan Tarif hingga 15 Persen: Sudah 10 Tahun Tak Naik

"Kalau benar mau naikkan tarif, ya hitungan dasarnya juga harus naik ke driver. Jangan bilang naik bisa untung ke kita, justru cuma jadi beban buat penumpang," tambahnya.

Sementara itu, pengemudi lain bernama Niko (38) menilai kenaikan tarif justru berpotensi menurunkan minat penumpang, apalagi jika kenaikan itu tidak disertai perbaikan sistem bagi hasil dari aplikator.

Sistem potongan yang makin besar dan dianggap tidak transparan. Saat ini, kata dia, tarif jarak dekat lebih rendah dibanding zaman dulu.

Masalah utamanya terletak pada banyaknya potongan dari sistem, bukan malah dijawab solusi kenaikan tarif.

Potongan yang tidak jelas. Biaya aplikasi, biaya layanan, semua makin besar.

Kata dia, hal ini seharusnya dibasmi.

Belum lagi sekarang ada sistem "Aceng (Argo Goceng) dan Slot" yang bikin persaingan antar-driver makin sempit dan rumit.

Kenaikan tarif hingga 15 Persen, pengguna dan driver Ojol di Bogor beri tanggapan. Salah satunya saat mereka beroperasi di Jalan Raya Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/7/2025)KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Kenaikan tarif hingga 15 Persen, pengguna dan driver Ojol di Bogor beri tanggapan. Salah satunya saat mereka beroperasi di Jalan Raya Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/7/2025)

“Kenaikan itu bukan buat kami, tetapi buat aplikator. Kalau tarif mahal, penumpang bisa kabur. Orderan turun, ya driver juga yang rugi. Dulu bisa Rp 10.000 lebih, sekarang paling Rp 8.500. Itu juga belum tentu bersih karena masih dipotong ini-itu,” kata Niko ditemui terpisah di area Cibinong.

Niko juga mengkritik sistem Aceng dan Slot yang diterapkan oleh pihak aplikator.

Sistem ini memaksa pengemudi membayar untuk mendapat prioritas order di zona tertentu dan dalam waktu tertentu.

Jika tidak, mereka tidak akan mendapat order sama sekali.

Karena itu, ia menyebut bahwa kenaikan tarif hingga 18 persen hanya akan berdampak jika benar-benar tepat sasaran.

"Sistem ini ngotak-ngotakin wilayah. Kalau tidak daftar, tidak dapat order. Kalau daftar, harus bayar. Argo ke customer murah, ke kami makin kecil. Kami kerja keras, tapi potongan makin banyak," ujarnya.

"Kalau kenaikan 18 persen bikin sejahtera, saya setuju. Tapi sekarang saja customer sudah uring-uringan karena mahal, nanti kalau naik lagi bisa lari ke aplikasi lain atau taksi listrik," tambahnya.

Baca juga: SPAI Minta Potongan Aplikasi Ojol Turun Jadi 10 Persen

Keresahan lain datang dari Riyanto (35), pengemudi ojol yang juga merasakan penurunan drastis tarif untuk perjalanan jarak jauh.

"Dulu dari Cibinong ke Ciomas bisa Rp 51.000, sekarang cuma Rp 31.000. Kirim paket ke Jakarta Barat dulu Rp 121.000, sekarang tinggal Rp 95.000," kata Riyanto.

Ia juga mengungkapkan bahwa aplikator kini menggunakan sistem navigasi internal yang cenderung mencari jalur alternatif lebih pendek.

Hal ini membuat tarif otomatis lebih rendah, meski jarak tempuh dan risiko tetap sama.

"Sekarang aplikator tidak pakai Google Maps lagi, mereka punya sistem sendiri. Kalau kita lewat jalan pintas, nanti sistem ikutin, jadi tarif turun. Padahal capek dan risiko tetap tinggi," ungkapnya.

Menurut Riyanto, janji kenaikan tarif yang diklaim bisa menyejahterakan driver belum terlihat nyata di lapangan.

Ia menilai, yang dibutuhkan saat ini bukan hanya soal tarif, tapi juga pembenahan sistem dan penghapusan potongan yang membebani.

"Kalau tarif naik tapi penghasilan tetap kecil, kami mau makan apa? Orang kantor aplikator coba saja turun ke lapangan, baru tahu rasanya," kata dia.

Para pengemudi berharap pemerintah tak hanya bicara soal tarif naik, tetapi juga menekan aplikator agar membuat sistem yang adil bagi pengemudi.

Bagi para pengemudi di lapangan, wacana ini tak cukup memberikan harapan jika potongan oleh aplikator tetap tak terkendali.

"Bilangnya naik buat sejahterakan driver. Tapi faktanya, pendapatan makin kecil, potongan makin banyak, risiko tetap tinggi. Kenaikan tarif tidak akan berarti kalau sistemnya masih memberatkan driver," kata Riyanto.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Bandung
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Bandung
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Bandung
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Bandung
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Bandung
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Bandung
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Bandung
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Bandung
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Bandung
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Bandung
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Bandung
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Bandung
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Bandung
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau