BANDUNG, KOMPAS.com - Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat dinilai paling siap menjadi proyek percontohan pemenuhan hak hubungan suami istri bagi warga binaan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jabar, Hasbullah Fudail, di tengah wacana pengaturan hak biologis yang tengah dibahas serius bersama berbagai pihak.
Baca juga: Presiden Prabowo Tolak Usulan Amnesti 117 Napi di Lapas Sampit, Apa Alasannya?
Hasbullah mengatakan, wacana ini tengah menjadi perhatian serius dan dibahas bersama berbagai pihak dalam diskusi dengan melibatkan akademisi, mantan narapidana, petugas lapas.
Ia mengungkapkan, mayoritas masukan mendukung adanya regulasi resmi untuk memenuhi kebutuhan biologis warga binaan secara legal dan bermartabat.
"Kebutuhan seksual dalam hubungan suami istri itu adalah naluri manusia. Rata-rata dari publik dan warga binaan yang kami temui menginginkan adanya aturan yang jelas. Saat ini belum ada regulasi yang mengatur, dan tidak ada pula yang melarang secara eksplisit,” ujar Hasbullah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/8/2025).
Berdasarkan paparan dari akademisi dr. Tika menyatakan, hampir 50 persen warga binaan mengalami tekanan seksual yang memengaruhi kondisi psikologis dan stabilitas di dalam lapas.
Kemudian dari keterangan dua mantan narapidana yang hadir juga membagikan pengalaman terkait dampak positif maupun negatif dari ketiadaan fasilitas hak seksual selama menjalani hukuman.
"Ini bukan hanya sekadar opini. Ada data ilmiah yang harus jadi pertimbangan. Bahkan beberapa UPT Lapas di Jawa Barat sudah menyatakan siap jika akan dijadikan sebagai pilot project, seperti di Lapas Sukamiskin,” kata Hasbullah.
Menurutnya, kesiapan Lapas Sukamiskin meliputi fasilitas, pengelolaan SDM, dan sistem keamanan. Meski begitu, wacana ini masih pada tahap kajian awal dan belum mendapat persetujuan dari Menteri HAM, Natalius Pigai.
"Pak Menteri belum memberikan restu secara khusus untuk Lapas Sukamiskin, tapi beliau mendorong kami untuk melakukan kajian mendalam. Ini penting agar kebijakan yang diambil nanti berbasis data dan kebutuhan nyata di lapangan,” tutur Hasbullah.
Baca juga: Selundupkan Narkoba Dalam Popok Bayi, Pengunjung Lapas Kelas I Madiun Ditangkap Petugas
Hasbullah pun tak menampik adanya kekhawatiran dari sebagian petugas lapas terkait potensi penyalahgunaan fasilitas dan risiko keamanan. Namun, perbedaan pandangan dinilainya wajar dalam perumusan kebijakan publik.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas. Namun, semua harus dilakukan dengan pola bertahap dan pengawasan ketat. Misalnya, melalui fasilitas khusus dengan standar tertentu,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang