BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Ancaman kematian massal ikan kembali membayangi keramba jaring apung (KJA) di Waduk Saguling dan Cirata. Memasuki periode November 2025 hingga Maret 2026, aktivitas budidaya di dua waduk itu berada dalam status bahaya.
Pemerintah meminta pembudidaya menghentikan sementara seluruh kegiatan untuk mencegah kerugian ekonomi yang lebih besar. Peringatan ini mengacu pada kalender prediksi kematian massal ikan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang menyebut lima bulan ke depan sebagai periode dengan potensi tertinggi insiden kematian ikan.
“Kita masuk kalender bahaya kematian massal ikan di KJA mulai November hingga Maret 2026. Ditambah sekarang muncul fenomena cuaca ekstrem,” ujar Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Perikanan dan Peternakan (Dispernakan) Bandung Barat, Dindin Rustandi, saat dihubungi, Jumat (14/11/2025).
Baca juga: Respons Dedi Mulyadi Soal Ikan Cirata Tak Layak Konsumsi
Menurut Dindin, pembudidaya telah diminta menyetop tebar benih, mempercepat panen untuk ikan siap jual, serta menyiapkan proses pascapanen guna mengantisipasi meningkatnya risiko. Pemerintah daerah juga menyertakan panduan teknis penanganan bangkai ikan jika terjadi kematian massal.
“Rekomendasi ini sudah kita buat dan disebarkan ke tiap kecamatan dan para pembudidaya ikan oleh para penyuluh. Termasuk tatacara teknis penanganan bangkai tatkala kejadian kematian muncul,” kata Dindin.
Ia menjelaskan, sejak Oktober hingga November 2025 sudah tercatat satu kejadian kematian ikan akibat umbalan, namun skalanya masih kecil. “Hasil laporan temen-temen peternak untuk fenomena upwelling di Waduk Cirata memang sudah terjadi pada Oktober. Tapi jumlah kematiannya gak besar, dari satu petak, yang mati paling 10–15 persen,” terang Dindin.
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat juga memberikan edukasi terkait tata cara penanganan ikan setelah terjadi umbalan. Langkah ini diprioritaskan agar dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat dapat ditekan, sekaligus mencegah pencemaran.
Penanganan dibagi dua, yakni ikan hidup dan ikan mati. Ikan hidup harus segera dipisahkan dari yang mati untuk kembali dipelihara atau dimanfaatkan secara ekonomi. Sementara ikan mati harus segera diangkat dari perairan dan tidak boleh dibuang kembali ke air.
“Ikan mati yang masih di darat bisa dimanfaatkan, namun jika jumlahnya sangat banyak, maka langkah paling efektif adalah dengan dikubur,” jelas Dindin.
Lokasi penguburan, lanjut dia, harus jauh dari perairan agar cairan pembusukan tidak merembes, serta tidak dekat permukiman untuk menghindari bau.
Ikan yang masih memenuhi standar pangan dapat dijual atau dikonsumsi, sementara yang tidak layak dapat diolah menjadi pakan ternak.
Dengan status bahaya yang telah berlangsung, pemerintah daerah mengingatkan pembudidaya untuk tetap waspada. Menurut Dindin, puncak ancaman diperkirakan terjadi pada musim hujan ketika kualitas air lebih mudah berubah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang