Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Abah Ajo, Petani Segala Rupa yang Sukses Ajarkan Sarjana Pertanian Berbagai Kampus

Kompas.com - 02/08/2022, 09:10 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com- Tidak sedikit pun lelah hinggap di wajahnya, apalagi kata menyerah sudah dipastikan tidak pernah ada dalam daftar kamus hidupnya.

Hampir separuh usianya didedikasikan pada dunia pertanian. Oase yang tak pernah ia tinggalkan sejak tidak sanggup lagi mengenyam dunia pendidikan.

Laki-laki itu disapa dengan panggilan Abah Ajo.

Baca juga: Harga Sayuran Anjlok, Petani di Magelang Bagikan Gratis ke Panti Asuhan

Meski sudah berusia lanjut, dia tidak pernah minder mengayunkan cangkulnya dari lahan satu ke lahan yang lain, sekalipun itu bukan miliknya.

"Saya sudah bertahun-tahun jadi petani, enggak pernah berhenti mencangkul. Kalau di ingat kayanya banyak yang pernah saya tanam," katanya ditemui Kompas.com, Selasa (2/8/2022).

Abah Ajo (64) seorang petani yang berhasil mengajarkan ratusan sarjana jurusan pertanian. Hampir separuh hidupnya didedikasikan di dunia pertanian. Usianya yang sudah renta, Abah Ajo masih saja menanam berbagai jenis komoditi mulai dari Kopi, Kayu Manis, Kacang Tanah hingga Buncis di sebuah lahan milik orang lain di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Abah Ajo (64) seorang petani yang berhasil mengajarkan ratusan sarjana jurusan pertanian. Hampir separuh hidupnya didedikasikan di dunia pertanian. Usianya yang sudah renta, Abah Ajo masih saja menanam berbagai jenis komoditi mulai dari Kopi, Kayu Manis, Kacang Tanah hingga Buncis di sebuah lahan milik orang lain di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Hidup di bawah garis kemiskinan, tidak membuat sosok berusia 64 tahun ini merasa kalah.

Kepada Kompas.com, Abah Ajo berbagi cerita perjalanannya yang malang melintang mencangkul kaki Gunung Manglayang.

Baca juga: Petani di Sukabumi Melihat Satwa Liar Mirip Harimau, Beberapa Helai Rambut Oranye-Putih Ditemukan

Pilihannya menjadi seorang petani, bukan tanpa alasan. Pendidikan yang layak, hidup serasa menak sejak dulu tak pernah ia bisa jangkau.

Berbekal dari pengalaman orangtua, tangan kecil Abah Ajo kala itu mulai belajar untuk menanam. Singkong menjadi obyek pertamanya.

"Dulu mah singkong, di lahan milik bosnya Abah (panggilan Ajo untuk Ayahnya), rata-rata pasti Singkong sih zaman itu mah," jelasnya.

 

Abah Ajo (64) seorang petani yang berhasil mengajarkan ratusan sarjana jurusan pertanian. Hampir separuh hidupnya didedikasikan di dunia pertanian. Usianya yang sudah renta, Abah Ajo masih saja menanam berbagai jenis komoditi mulai dari Kopi, Kayu Manis, Kacang Tanah hingga Buncis di sebuah lahan milik orang lain di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Abah Ajo (64) seorang petani yang berhasil mengajarkan ratusan sarjana jurusan pertanian. Hampir separuh hidupnya didedikasikan di dunia pertanian. Usianya yang sudah renta, Abah Ajo masih saja menanam berbagai jenis komoditi mulai dari Kopi, Kayu Manis, Kacang Tanah hingga Buncis di sebuah lahan milik orang lain di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Dari hasil bertani, kata Abah Ajo, sang Ayah hanya mampu menyekolahkan dia dan adiknya hingga sekolah menengah pertama (SMP).

Wajar saja, ia dan sang adik tak mampu meraih sekolah yang layak. Pasalnya, sang Ayah hanya menjadi petani singkong dan jagung, itu pun menggarap lahan milik orang lain.

"Berapa ya dulu hasilnya, saya lupa, tapi yang jelas mah gak cukup buat sekolah. Hasil bertani kan dibagi sama yang punya lahan," kata dia.

Baca juga: Di Balik Indahnya Embun Es di Ranupane, Petani Terancam Gagal Panen

Nasib sial seperti tak berkesudahan, di usia yang cukup muda. Kala itu, Abah Ajo harus kehilangan sang Ibu, lantaran sakit yang tak berkesudahan.

"Ya usia berapa, 16 atau 17 tahunan lah, mamah meninggal, di situ saya mulai berpikir enggak bisa ngandelin terus Singkong sama Jagung aja," ungkapnya.

Hanya untuk mendapatkan uang lebih serta makan sehari-hari yang kayak. Abah Ajo muda mulai mencari pengetahuan tentang dunia pertanian.

Modal otot, mampu membaca dan menghitung secukupnya, saat itu Abah Ajo mulai bertualang mencangkul lahan milik orang dengan garapan tani yang berbeda.

"Mulai, Abah cari dan lihat hasil pertanian apa yang bisa menguntungkan atau dapet uang lebih, Abah cari tuh kemana-mana, masih wilayah Priangan Timur," tuturnya.

Baca juga: Airi 800 Hektar Sawah, Petani di Magetan Bendung Sungai Pakai Ban Bekas dan Karung Pasir

Pangandaran, Banjar, Tasik, Garut hingga Subang, Purwakarta dan Sukabumi, ia jajaki. Bandung Raya sudah pasti.

Berbagai bibit sayuran, umbi-umbian hingga kopi ia jajaki. Pun dengan pohon-pohon pembawa pundi-pundi, seperti cengkeh, Jati, dan Tembakau.

"Keliling, sambil garap lahan orang, tiga bulan di lahan siapa misalnya di Lembang dapet bibit dan Ilmunya, Abah catat dan pindah lagi, gitu aja terus," kata Abah Ajo.

Perjalanan Ajo muda untuk mendapatkan uang lebih nyatanya membuahkan hasil. Sayuran seperti Buncis, Cabai Rawit, Tomat dan Kol membawanya ke kehidupan yang lebih layak.

"Waktu itu di Lembang, mungkin karena tanahnya bagus ya. Daerah Cisarua, lumayan Abah bisa bangun Bilik (rumah dengan bahan serat kayu) di sini di Manglayang," katanya.

Abah Ajo mengaku pertemuannya dengan Yasih (58) sang istri tak lepas dari dunia pertanian.

Setelah cukup untuk membeli sebidang tanah dan di bangun rumah di kaki gunung Manglayang, tepatnya Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Baca juga: Curhat Petani Cabai Rawit di Bandung, Gagal Panen karena Hama Patek hingga Berharap Subsidi Pupuk

Abah Ajo membawa sang ayah serta sang adik untuk tinggal bersama di rumah barunya. Sekalipun hanya berdinding bilik, Abah Ajo dan keluarganya merasa nyaman.

"Alhamdulilah dari menanam sayuran bisa ke beli, dulu mah harganya murah, tapi bersyukur lah," terangnya.

Saat Ajo, akan memulai bertani Kopi, ia mesti ditinggal pergi sang Ayah. Seorang guru pertanian yang sampai saat ini masih ia pegang ilmunya.

"Awal 90 an saya lupa, Abah meninggal, waktu itu Saya lagi garap kopi di sini di Palintang," ungkapnya.

Mengajari sarjana pertanian dari berbagai universitas

Siapa sangka, meski hanya lulusan SD dan mengandalkan cangkul sebagai alat sehari-hari.

Ternyata Abah Ajo pernah mengajari ratusan mahasiswa yang mengambil studi pertanian.

Baca juga: Harga TBS Sawit Menukik Tajam, Harga Pupuk Melambung Tinggi, Petani Menjerit

Abah Ajo tidak mampu lagi mengingat nama-nama mahasiswa itu.

Namun, ia masih ingat salah satu kampus pertanian di Jawa Barat merupakan kampus yang paling sering mahasiswanya dibimbing ketika praktik.

"Iyah itu kampusnya, sering tuh, kopi, singkong, kadang cengkeh atau sayuran. Terakhir itu tahun 2015 yang ke sini mencari dan penelitian," tambahnya.

 

Kepada para calon sarjana itu, Abah Ajo kerap memberikan pembelajaran pengalaman tanpa harus melihat kajian teoretis.

"Ah saya ajarin aja yang Abah saya ajarin, tentang tanah lewat istilah kolot baheula (orangtua zaman dulu)," sambungnya.

Kepada Kompas.com, Abah Ajo mengungkapkan kerap mengelus dada ketika mengajari mahasiswa.

Baca juga: Paceklik, Petani Cabai Kabupaten Bandung Keluhkan Cuaca Ekstrem hingga Gangguan Hama

Bukan tanpa sebab, ia menyebut terkadang mahasiswa berpegang pada apa yang diajarkan di kampus dan kerap mengkerdilkan pengalaman petani di lapangan.

"Kadang suka ada yang gitu, keukeuh (yakin) pada kajian di kampus, padahal pengalaman saya, bukan sombong ini mah, lebih mateng lah," tuturnya.

Kendati pernah mencetak sarjana pertanian, Abah Ajo kerap menolak permintaan kampus, dosen atau mahasiswanya agar datang satu kegiatan untuk sekadar menerima penghargaan.

Baginya, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa disebarkan dan bermanfaat pula bagi yang mau meneruskan.

"Pesan orang tua saya, gak ada ilmu yang berat ketika di bawa, ilmu pasti bermanfaat buat kita atau buat orang lain, kalau buat orang lain ya kalau diajarkan," ungkapnya.

Baca juga: Cerita Para Petani Bangka, Harga Pupuk Malah Naik Saat Harga Sawit Menyedihkan

Petani segala rupa

Saat ini di lahan milik orang lain, Abah Ajo sedang berupaya menanam Kayu Manis, Kopi dan Kacang Tanah.

Lahan yang berundak-undak itu diubahnya menjadi kebun yang asri. Abah Ajo membagi lahan tersebut ke dalam tiga bagian, sebelah barat untuk Kopi, Utara Kayu Manis dan Timut untuk Kacang Tanah.

"Ini punya orang, kalau berhasil ya nanti dijual ke tengkulak, kata yang punya yang penting lahannya bermanfaat hasilnya mah buat Abah, syukur alhamdulilah enggak dibagi dua," kata dia.

Sebagai gantinya, sang pemilik lahan, kata dia, meminta Abah Ajo untuk menjaga Villa miliknya.

"Ya Abah juga tahu diri, Abah jagain juga Vila dia," katanya.

 

Kendati demikian, selama dua tahun, Abah kerap mengalami gagal panen lantaran diganggu hama babi.

Tidak tanggung-tanggung hampir seluruh kebun bagian timur yang ditanami kacang tanah habis digali babi hutan.

"Kacang mah habis dimakan babi, habis semua, kalau kopi sama kayu manis cuma di acak-acak," geramnya.

Baca juga: Solusi Harga Sawit yang Menyedihkan, Petani di Jambi Produksi Minyak Goreng Skala Rumahan

Sejauh ini, tidak ada tindakan dari pemerintah terkait gangguan hama babi hutan tersebut.

"Enggak ada tuh bantuan, kalau ada juga inisiatif warga saja untuk moro (memburu babi menggunakan anjing)," jelasnya.

Demikian pula dengan bantuan bibit atau pupuk, sejauh ini dia tidak pernah menerima bantuan langsung dari pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung.

"Alhamdulilah enggak ada, tapi Abah mah jalan aja terus," kata dia.

Diakuinya, khusus kacang tanah, Abah Ajo baru memulainya. Jika sukses, atau hasilnya bagus, ia bisa menjual Rp 15.000 per kilogram.

"Kalau kering itu Rp 3.000 per kilogram. Kalau sayuran tuh pernah paling mahal Sosin bisa sampai Rp 15.000 per koli (wadah berukuran besar)," jelasnya.

Baca juga: Curhat Petani di Bandung Barat, 9 Tahun Jalan Rusak Tak Tersentuh Perbaikan, Perekonomian Terhambat

Sementara untuk kopi, Abah Ajo membeli bibitnya Rp 2.000 per batang pohon.

"Ini kopi Manglayang, semakin bibit pohonnya tinggi yang semakin mahal," terang dia.

Kendati tubuhnya sudah renta, serta kulitnya hitam terbakar matahari. Abah Ajo masih mampu melangkah menaiki lahan yang berundak.

Entah berapa banyak keringat dan tenaga yang harus digunakan untuk menggarap lahan pertanian lagi.

"Sebetulnya mah cape, tapi gimana sudah jadi kegiatan, mudah-mudahan anak saya mau nerusin, ya paling tidak anak saya punya pengalaman di bidang lain dan pertaniannya dari saya," harapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

5 Jalan Bersejarah di Bandung dan Kisah Menarik di Baliknya

5 Jalan Bersejarah di Bandung dan Kisah Menarik di Baliknya

Bandung
Analisis Badan Geologi, Penyebab Gempa Garut akibatkan Bencana di 1979, 2022, dan 2023

Analisis Badan Geologi, Penyebab Gempa Garut akibatkan Bencana di 1979, 2022, dan 2023

Bandung
Palak Warga Pakai Pistol Korek Api, 2 Pemuda di Bandung Diringkus

Palak Warga Pakai Pistol Korek Api, 2 Pemuda di Bandung Diringkus

Bandung
Cerita Hendi Selamatkan Keluarganya Saat Gempa Garut, Semua Benda Ditabrak

Cerita Hendi Selamatkan Keluarganya Saat Gempa Garut, Semua Benda Ditabrak

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Bandung
Korban Luka akibat Gempa Garut Dipulangkan, Rumah Rusak Ditanggung Pemerintah

Korban Luka akibat Gempa Garut Dipulangkan, Rumah Rusak Ditanggung Pemerintah

Bandung
Ini Kesaksian yang Buat Saksi Pembunuhan di Subang Dipaksa Oknum Polisi Tutup Mulut

Ini Kesaksian yang Buat Saksi Pembunuhan di Subang Dipaksa Oknum Polisi Tutup Mulut

Bandung
Atap 2 Ruangan di RS Bandung Ambruk Akibat Gempa Garut M 6,5

Atap 2 Ruangan di RS Bandung Ambruk Akibat Gempa Garut M 6,5

Bandung
Gempa Garut, Belasan Rumah di Pangalengan Rusak, 7 Kecamatan Terdampak

Gempa Garut, Belasan Rumah di Pangalengan Rusak, 7 Kecamatan Terdampak

Bandung
Gempa di Garut, Daop 2 Bandung Sempat Berlakukan BLB, 11 KA Terdampak

Gempa di Garut, Daop 2 Bandung Sempat Berlakukan BLB, 11 KA Terdampak

Bandung
BPBD Jabar Sebut Korban Luka-luka akibat Gempa Garut Bertambah

BPBD Jabar Sebut Korban Luka-luka akibat Gempa Garut Bertambah

Bandung
Pj Bupati Garut Diminta Turun Tangan Atasi Kerusakan akibat Gempa

Pj Bupati Garut Diminta Turun Tangan Atasi Kerusakan akibat Gempa

Bandung
Cerita Warga Aceh di Bandung, Trauma Kembali Saat Rasakan Gempa

Cerita Warga Aceh di Bandung, Trauma Kembali Saat Rasakan Gempa

Bandung
Gempa Garut Sabtu Malam, Warga Sebut Guncangannya Cukup Lama

Gempa Garut Sabtu Malam, Warga Sebut Guncangannya Cukup Lama

Bandung
Bawa 1 Kilogram Sabu dalam Kemasan Obat Tradisional, Kurir Narkoba ditangkap di Tol Cipali

Bawa 1 Kilogram Sabu dalam Kemasan Obat Tradisional, Kurir Narkoba ditangkap di Tol Cipali

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com