Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Mengaji Cabuli Santri, Bagaimana agar Korban Tak Jadi Pelaku?

Kompas.com - 25/10/2022, 16:38 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Guru mengaji kembali ditangkap aparat karena melakukan pelecehan seksual kepada siswanya.

Kali ini, menimpa YHS alias S (19), guru mengaji di Pondok Pesantren Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang melakukan sodomi terhadap tiga santrinya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung memiliki serangkaian kiat agar korban tidak melakukan hal yang sama di masa depan.

Baca juga: Guru Mengaji di Kabupaten Bandung Cabuli 3 Santri, DP2KBP3A Siap Dampingi Korban

Menurut Kepala DP2KBP3A Muhammad Hairun, antisipasi korban menjadi predator di masa depan, ada beberapa langkah yang harus ditempuh agar korban tak mengikuti jejak pelaku.

Pertama, psikologis secara umum. Kedua, meningkatkan konseling private dengan psikolog.

Hanun mengatakan, langkah berupa konseling private akan sangat berperan dalam melihat dan mendeteksi apakah korban bisa menjadi pelaku di kemudian hari.

 

"Kita bisa tahu ke depan dia itu akan menjadi predator (lewat konseling private). Makanya sejak dini kita lakukan antisipasi, melalui psikolog kita. Jadi psikolog private mengobrol secara pribadi (dengan korban), dampaknya gimana dari korban tersebut," beber dia.

Hairun menambahkan, rata-rata korban kekerasan seksual terutama anak, kerap menyimpan emosi yang dapat diketahui melalui bimbingan konseling dan private.

"Saya benci laki-laki atau sebaliknya, saya benci orangtua, saya benci guru ngaji. Nah itu sudah ada muncul deteksi akan dendam," tutur dia

Jika gejala serupa sudah muncul, lanjut dia, korban perlu ditangani secara rutin oleh ahlinya.

Paling tidak, korban perlu mengakui adanya dendam dan kekecewaan terhadap pelaku, sehingga bisa dilakukan penyembuhan untuk meredakan trauma.

"Kalau seorang yang nantinya bakal menjadi predator adalah di dalam jiwanya selalu muncul emosi. Itu perlu pengobatan secara rutin dari psikolog. Jangan sampai dia itu jadi predator. Makanya kita juga bisa mendeteksinya," ungkap dia.

 

Tantangan

Menurut Hairun, tantangan dalam memutus rantai predator yakni sulitnya menangani korban yang datang dari luar wilayah Kabupaten Bandung.

Ia khawatir, tidak terjangkaunya korban dari luar wilayah akan membuat korban menjadi predator di kemudian hari.

"Namun yang menjadi masalah pelaku ini nggak tahu korbannya di daerah mana, tapi kalau korban yang kita tangani sejauh ini masih di titik-titik wilayah Kabupaten Bandung," kata dia.

Baca juga: Guru Mengaji di Kabupaten Bandung Cabuli Santri sejak Agustus 2021, 3 Anak Jadi Korban

Ia juga meminta orang tua korban, agar terus mendampingi, pasalnya proses pendampingan harus dilakukan secara berkala, hingga korban betul-betul sembuh.

"Kita juga dengan kewilayahan berkoordinasi kalau ada anak yang terkena kasus. Kemudian kepada orang tuanya kita titipkan supaya terus didampingi juga. Tapi yang sulit itu kalau korbannya dari luar Bandung, datang ke kita udah gede, dan jadi Predator bingung juga kan," terangnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com