KOMPAS.com - Setidaknya 40 orang dinyatakan hilang atau dalam pencarian hingga hari keempat setelah gempa melanda Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Senin (21/11).
BBC News Indonesia bertemu seorang ibu yang masih menanti pencarian anaknya. Dengan tekun, dia menyaksikan upaya regu penyelamat mencari sang anak yang tertimbun reruntuhan di desa terisolir di Desa Gintung, Kabupaten Cianjur.
Di antara deru mesin bor, Imas Masfahitah menatap cemas ke arah regu penyelamat yang berusaha membongkar tumpukan beton besar. Sesekali, perempuan 34 tahun ini menyeka air matanya dari balik tembok pagar.
Imas masih punya setitik harapan bahwa putrinya yang bernama Ashika Nur Fauziah masih hidup, setelah ada pemberitaan seorang bocah enam tahun bernama Azka Maulana Malik selamat setelah terperangkap reruntuhan selama 48 jam di bawah reruntuhan.
"Saya punya harapan. Tadi saya lihat bonekanya, saya nangis-nangis. Belum ketemu."
Namun, apa daya, Ashika Nur Fauziah, ditemukan meninggal dunia di bawah reruntuhan.
"Posisinya korban ini tertelungkup ada di bawah betonan, dalam kondisi sudah meninggal dunia," kata Nasrum Djamil, salah satu anggota penyelamat.
Nasrum mengatakan bahwa Ashika ditemukan pada Jumat (25/11), sekitar pukul 10.00 WIB. Adapun proses evakuasinya sudah berlangsung sejak Selasa (22/11).
"Jadi hambatan kita, kemarin pun sudah terdeteksi. Hambatan kita posisinya terlalu banyak beton."
Jenazah Ashika, menurut Nasrum langsung disemayamkan.
"Yang terima langsung ayah kandungnya sendiri, bapak Rohman. Dan dia sangat terpukul," jelas Nasrum.
Baca juga: Kala Pengungsi di Cianjur Bilang I Love You ke Ridwan Kamil Usai Santap Sepotong Pizza
"Bapaknya dari kemarin juga bilang, 'biarkan pak, nggak usah dicari'. Sudah nyerah pasrah. 'Nggak pak', saya bilang. Pemadam kebakaran tidak boleh pasrah. Berusaha, apa pun, kita akan mencari sampai ketemu," kata Sastra.
Hal ini, lanjutnya, untuk menyemangati keluarga korban.
"Apa pun medannya, berat, saya tetap cari," kata komandan regu penanggulangan bencana asal Depok ini.
Pencarian Ashika Nur Fauziah sudah berlangsung sejak Selasa (22/11). Sebelumnya, tim juga menemukan dua korban lainnya dalam kondisi tidak bernyawa.
Tidak mudah memecah beton yang bertumpuk setebal satu meter dengan alat yang kurang memadai.
"Ini mestinya ada mesin bor yang lebih kuat," kata Sastra yang mengaku belum tidur beberapa hari ini.
Selain itu, alat hidrolik juga diperlukan. Akan tetapi timnya belum punya.
"Karena kita masih pakai alat-alat biasa, potong-potong baja saja. Bukan kita kelupaan... Tapi kalau di bidang kami ini belum ada alat. Belum lengkap," katanya sambil menambahkan timnya menanti alat tersebut dikirim regu lainnya.
Berbeda dari proses penyelamatan dalam bencana lainnya seperti tsunami, Sastra menyebut evakuasi korban Cianjur ini selalu dibayang-bayangi gempa susulan - yang membuat tim harus berhati-hati pada bangunan yang runtuh di sekeliling.
Jackson Kolibu, relawan Tim Reaksi Cepat Radio Antar Penduduk Indonesia (TRC RAPI) juga sependapat, peralatan yang masuk ke wilayah terisolir masih terbatas.
"Kadang yang datang ke sini alat nggak lengkap karena fokus di banyak korban di atas [banyak korban jiwa]," katanya.