"Kalau diperpanjang, budak nu gering teh dibawa ka rumah sakit (Anak yang sakit itu dibawa ke rumah sakit), sebelum teh itu subjek, selanjutnya yang mengikutinya itu adalah predikat," terangnya.
Dengan demikian, Cece menyampaikan, ada kalanya teh juga menjadi pemarka atau penanda subjek.
Baca juga: Daftar 62 Bahasa Daerah di Maluku
Cece menjelaskan, euy merupakan jawaban atau respons dalam bahasa Sunda kasar. Laki-laki penutur bahasa Sunda akan menjawab kulan ketika dipanggil oleh orang lain, sedangkan perempuan akan menjawab kah.
"Tetapi, ada kalanya juga euy sebagai pengganti kata ganti orang kedua, 'ka mana euy?' (ke mana kamu?), bisa juga seperti itu. Jadi euy bisa digunakan untuk mengganti kata 'kamu'," ungkap Cece.
Cece mengatakan, atuh memiliki banyak fungsi dalam bahasa Sunda, bisa sebagai permintaan, menyuruh, mengajak, maupun yang lainnya.
"Jadi (atuh) pada dasarnya pelengkap agar pembicaraan lebih mengalir. Artinya pun tidak ada, karena sebetulnya kata-kata partikel itu tidak ada artinya kalau secara mandiri, baru ada artinya ketika dalam konteks," ujarnya.
Menurut Cece, bahasa Indonesia formal tidak memiliki kata yang sepadan dengan atuh, karena kata tersebut telah menjadi bahasa percakapan, bahasa yang memang biasa digunakan ketika berdialog, termasuk untuk memperlancar perbincangan.
Baca juga: 10 Ragam Bahasa Daerah di Aceh, Salah Satunya Bahasa Aceh
"Jadi orang Sunda merasa "tidak puas" kalau tanpa atuh," ungkapnya.
Menurut Cece, tak sedikit masyarakat Sunda asli yang masih tidak bisa membedakan, kapan memakai mah kapan memakai teh.
"Kalau mah itu biasanya digunakan untuk membandingkan, kalau teh menekankan," tuturnya.
Misalnya, kata Cece, 'saya mah dari Jawa Barat', artinya ketika mengucapkan mah harus ada yang dikontraskan atau dibandingkan.
Cece mengaku, dia belum menemukan partikel-partikel semacam itu pada naskah-naskah lama berbahasa Sunda.
"Pada dasarnya ini adalah kata-kata yang memang menjadi ciri khas, secara historis mungkin terkait dengan bahasa Austronesia," duganya.
Dia menyatakan, bahasa-bahasa daerah lain juga memiliki ciri khas bahasa Austronesia, yakni partikel-partikel kecil yang bertaburan di dalam kalimat.
"Betawi barangkali banyak juga, dong, ih, loh, kok, itu kan bahasa daerah sebetulnya, Melayu Betawi, beda dengan bahasa Indonesia," kata Cece.
"Intinya, bahasa daerah itu bahasa rasa, jadi partikel-partikel semacam ini untuk mengekspresikan perasaan kita sebagai manusia," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.