Ma'ruf mulai belajar menjadi Kusir sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kala itu, ia mengikuti jejak kakek, paman, dan ayahnya yang lebih dulu menggeluti kereta kuda.
Tak ada pilihan baginya saat itu, lahir dari keluarga ekonomi yang rendah, memaksa ia harus mengikuti jejak leluhurnya.
"Gak ada pilihan lain, jujur aja saya gak berpengalaman kalau kerja di bidang lain, tapi kalau di dunia kuda, delman, saya tahu betul," tutur dia.
Ia sadar betul, jika moda transportasi delman sudah ditinggalkan banyak orang sejak kendaraan atau angkutan umum konvensional berdatangan.
Meski begitu, ia dan para pendahulunya pernah merasakan masa dimana delman menjadi primadona bagi masyarakat.
Bahkan, keuntungan yang didapatkan per-hari pada saat itu, cukup besar dan jauh berbeda dengan pendapatannya saat ini.
"Alhamdulilah ngalamin juga masa-masa delman ini menjadi alat bepergian warga, meskipun sekarang kaya gini situasinya, sepi," tuturnya.
Alasan kuat, mengapa Ma'ruf dan Kusir yang lain bertahan di era digital, bukan hanya karena materi atau penghasilan.
Lebih dari itu, baginya delman telah menghidupkan banyak hal dan telah memberikan pengalaman hidup yang tak terhitung nilainya.
"Kalau dari sisi profesi misalnya, saya menikmati proses ini, alhamdulilah rezeki terus ada, kalau pertimbangan yang lain ya saya merasa delman sudah memberikan saya kehidupan yang luar biasa, jadi ada nilai yang luhur buat saya untuk mempertahankan moda transportasi ini," jelasnya.
Untuk menambah biaya hidup, Ma'ruf mengaku kerap mendapatkan orderan untuk mengantar pejabat dalam sebuah program atau di masa kampanye.
Selain itu, ada juga pasangan yang akan melaksanakan pernikahan yang kerap menggunakan delman sebagai tempat untuk difoto atau menjadi kendaraan yang digunakan mempelai pria.
"Ya ada aja, saya juga sering kok dikontak sama manajemen atlet balap kuda untuk mengurus kuda-kudanya pasca-pertandingan atau sebelum," tambah dia.
Dulu, lanjut Ma'ruf, delman di wilayah Soreang bisa mencapai ratusan. Seiring berjalannya waktu, para kusir mulai berpindah dan menjual delmannya tanpa sebab.
Saat ini, jumlah delman di wilayah Soreang tinggal belasan.