Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Majalaya, Kota Dollar yang Pernah Berjaya di Industri Tekstil

Kompas.com - 24/12/2023, 21:57 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

Pengusaha mulai menghadapi kesulitan akibat ongkos produksi yang terus naik, mulai dari kenaikan upah pekerja, tarif listrik, hingga harga bahan baku.

Belum lagi permintaan dari pasar menurun drastis, yang membuat banyak pabrik kecil kesulitan keuangan.

Hal ini membuat keuntungan semakin menipis yang kemudian membuat industri TPT di Majalaya terus meredup.

”Sudah lunturlah predikat Kota Dollar di Majalaya. Sekarang, jangankan panen foya-foya dollar AS, kami setengah mati menjaga agar pabrik ini bisa bertahan saja sudah bagus,” kata Aep.

Terdampak Predatory Pricing di Social Commerce

Dilansir dari pemberitaan tribunnews.com (25/9/2023), praktik predatory pricing di platform social commerce berdampak pada para pelaku usaha dan industri tekstil di Jawa Barat (Jabar), termasuk di Majalaya.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, predatory pricing ini memukul pedagang offline dari sektor produksi konveksi.

"Industri tekstil juga dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," kata Teten dalam kunjungannya ke beberapa pabrik tekstil di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jabar, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (25/9/2023).

Teten mengatakan, para pelaku usaha tekstil mengalami penurunan permintaan, sehingga menekan omzet. Bahkan, hal ini juga mengakibatkan penurunan produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai UMKM.

Ia menyebut bahwa hal itu yang kini terjadi di Majalaya, di mana biasanya para penduduk di situ menjalani usaha pertekstilan.

Teten turut mengatakan, produk tersebut kalah bersaing bukan karena kualitas, namun karena persoalan harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil.

Menurutnya, hal itu terjadi juga karena didorong adanya aturan safe guard yang tidak berjalan dengan semestinya.

Maka dari itu, Teten memastikan pihaknya tengah berupaya membenahi dan berkoordinasi perihal ini dengan Menteri Sekretaris Negara untuk menentukan bagaimana langkah ke depan.

"Sebab sekali lagi, kewenangan ini ada di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," katanya.

Ia mengatakan, Presiden Jokowi pun sudah mengatakan bahwa secepatnya ada Undang-Undang yang mengaturnya.

Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu menyebut Jokowi sudah menyampaikan akan meninjau kembali perdagangan online, yang dalam waktu dekat akan dibahas.

"Itu termasuk yang sudah kita usulkan (dalam revisi) Permendag Nomor 50 Tahun 2020 dan sudah selesai, tinggal ditetapkan saja," kata Teten.

Lebih lanjut, Teten juga merasa perlu ada HPP khusus di produk tekstil. Sebab di China sendiri, mereka menerapkan model barang masuk di sana tidak boleh di bawah HPP.

"Kalau kita terapkan itu, bisa melindungi industri dalam negeri," kata Teten.

Sumber:
ppid.bandungkab.go.id  
antaranews.com  
kompas.id  
tribunnews.com  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com