Ini dipilihnya karena banjir yang datang sudah sering kali terjadi.
Dodi meyakini banjir akan berangsur-angsur surut.
Dan, benar saja, setelah sekitar satu jam lebih, Dodi melihat dinding, bahwa batas permukaan air banjir semakin menurun dan surut.
"Istri dan anak-anak di spring bed itu masih tergenang banjir sekitar sampai paha. Kalau saya sendiri di bawah segini, sedada. Panik beberapa menit seperti itu, saya perhatikan tembok mulai kelihatan surut. Alhamdulillah, alhamdulillah cepat surutnya," ungkap Dodi.
Dodi menceritakan banjir ini merupakan kali ketujuh yang dialami sejak tahun 2010 silam.
Skala banjir sebelumnya tidak ada yang pernah memporak-porandakan seperti ini.
Dia meyakini banjir kali ini kiriman dari bagian hulu, karena sepanjang Jumat siang hingga malam, tidak ada hujan deras yang mengguyur wilayahnya.
Harapan Dodi sama dengan tetangga lainnya.
Mereka meminta agar pengembang perumahan dan juga pemerintah mendirikan tanggul atau tembok yang kokoh untuk menghalau potensi debit air yang tinggi.
Sama halnya dengan Dodi, Dedi Selamet Riyadi (50) juga mengalami kepanikan tak terhingga.
Dirinya yang baru saja keluar rumah, tiba-tiba mendapat kabar rumahnya diterjang banjir.
Seketika Dedi pulang dan sudah menemukan anaknya di tempat pengungsian.
"Panik sekali, Mas, saya tidak di lokasi, karena baru keluar rumah. Mendengar kabar banjir, saya langsung pulang lagi. Anak-anak sudah di tetangga, diungsikan warga, Alhamdulillah," kata Dedi saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Sabtu (18/1/2025) pagi.
Banjir yang merendam perumahan tempat dia tinggal merupakan terparah selama ini.
Seluruh area perumahan terendam dengan ketinggian 100-150 centimeter.
Baca juga: Banjir Rendam 200 Rumah di Cirebon, Terparah sejak 2010