BANDUNG, KOMPAS.com - Minyakita yang seharusnya dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) kini menjadi langka di pasaran, khususnya di Pasar Kosambi, Bandung.
Para pedagang mengeluhkan harga minyakita yang dijual melebihi HET akibat ketidakcocokan harga dari pemasok.
"Sebetulnya minyakita itu selama ini kekurangan, tampak kurang karena memang barangnya itu yang ada di supplier dengan harga mahal," kata Agus, Dewan Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional (Apetra) Jawa Barat, saat ditemui di Pasar Kosambi, Kamis (27/2/2025).
Baca juga: Minyakita Langka di Palangka Raya, Pedagang Pilih Tak Berjualan hingga Naikkan Harga
Agus, yang juga merupakan pedagang di Pasar Kosambi, menjelaskan bahwa ia pernah mendapatkan minyakita dari Bulog dengan harga Rp 14.500, sehingga ia bisa menjualnya sesuai HET yaitu Rp 15.700.
"Kita juga pernah dibagi oleh Bulog, program itu cuma kan kadang-kadang tiga bulan sekali," ujarnya.
Ia menambahkan, harga tinggi minyakita di pasaran disebabkan oleh tingginya harga beli dari pemasok.
Sebagai pedagang grosir, Agus mengaku memiliki stok 10 karton setiap harinya, atau 300 karton setiap bulannya.
"Nah itu yang jadi satu persoalan, Minyakita kosong selama ini, memang tidak tercover masyarakat untuk menjual sesuai dengan program pemerintah Rp 15.700," ucapnya.
Agus mengungkapkan bahwa standar harga Minyakita dari Bulog adalah Rp 14.700, sehingga pedagang dapat menjual sesuai HET Rp 15.700.
"Pedagang mau keuntungan, tapi itu juga barang laku keras, soalnya tidak ada di Bulog. Sekarang kan Bulog nyalurnya ke Pasar Murah, dijual (minyakita) di pasar murah," tuturnya.
Ia mengkritisi kurangnya pengawasan pemerintah terhadap HET minyakita dan kurangnya suplai yang mencukupi bagi masyarakat.
Baca juga: Langka, Harga Ecer MinyaKita Tembus Rp 18.000 Jelang Ramadhan
"Selama ini program pemerintah itu tidak mengakomodasi seluruh pedagang, tidak juga kepada masyarakat untuk membeli (minyakita) dari plafon yang sudah ditentukan Rp 15.700, tidak ada!" pungkasnya.
Para pedagang berharap agar pemerintah dapat meningkatkan stok minyak bersubsidi dan memasarkan produk tersebut di pasar tradisional dengan sistem pengawasan yang ketat.
"Dengan sistem pengawasan nantinya kan di harga Rp 15.700, tinggal pengawasannya saja di lapangan, kalau ingin program pemerintah jalan. Selama ini kan tidak jalan, harga-harga jualan beda-beda," tuturnya.
Agus juga menilai bahwa gagasan pasar murah justru mematikan pasar tradisional.
Baca juga: Harga Minyakita di Bandung Tembus Rp 18.000, Pedagang: Ini bagaimana pengawasannya
"Itu kan juga mematikan pasar tradisional, karena dia konsentrasi di pasar-pasar murah, pasar tradisionalnya sepi," tambahnya.
Ia berpendapat bahwa jika minyak bersubsidi ini dipasarkan di pedagang pasar tradisional dengan pemasangan spanduk yang menginformasikan HET Minyakita dan pengawasan ketat dari pemerintah, maka hal ini akan menghidupkan perekonomian para pedagang pasar tradisional.
"Pasar tradisional bisa hidup, punya keuntungan, nantinya kan dilihat ekonomi akan hidup," ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang