Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut Wisata Diduga Jadi Keramba, DPRD Pangandaran Ancam Bawa ke Pusat

Kompas.com, 6 Agustus 2025, 21:21 WIB
Candra Nugraha,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

PANGANDARAN, KOMPAS.com – Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran Asep Noordin meminta pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera mencabut izin-izin keramba jaring apung (KJA) yang berada di Pantai Timur Pangandaran, Jawa Barat.

"Permohonan kami agar pemerintah pusat, Kementerian Kelautan dan Perikanan segera membatalkan izin KJA," kata Asep saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (6/8/2025).

Menurut Asep, keberadaan KJA di kawasan wisata nasional itu tidak sesuai dari sisi regulasi, aspek yuridis, ekonomis, ekologis, hingga sosial.

Ia menjelaskan, usulan keramba apung pertama kali muncul pada 2019. Saat itu bentuknya berada di atas permukaan air laut dan hanya sebagai contoh. Namun, izinnya tidak pernah dikeluarkan.

Baca juga: Tak Pernah Diajak Bicara, HNSI Geram soal Izin Laut di Pangandaran

“Keramba yang sekarang ini dimasukkan ke dalam laut atau di bawah permukaan air laut,” ujarnya.

Pada 2021, muncul Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut. Jika mengacu pada beleid tersebut, izin dan lokasi KJA di Pangandaran sangat tidak sesuai.

"Artinya tidak sesuai kegiatannya karena diatur dalam Pasal 36, yaitu pemanfaatan perairan pesisir kurang 1 mil laut atau sekitar 1.850 meter dari garis pantai. Kegiatan yang dibolehkan adalah perlindungan ekosistem, perikanan tradisional, akses umum, dan pertahanan keamanan," jelas Asep.

Asep menambahkan, Pangandaran telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Wisata Nasional (KWSN). Maka, seluruh kebijakan pemanfaatan ruang lautnya harus mengacu pada aturan tersebut.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sesuai Pasal 56 Ayat 3 beleid yang sama, ruang laut hingga 2 mil laut dari pantai diprioritaskan untuk konservasi laut, akses nelayan kecil atau tradisional, petambak garam kecil, wisata bahari berkelanjutan, dan infrastruktur publik.

“Maka sesuai dengan Permen 28 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang Laut, keberadaan KJA yang katanya sudah mengantongi izin KKPRL dan izin usaha, pelaksanaannya di lapangan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” tegas Asep.

Ia menilai, penempatan keramba saat ini justru menimbulkan konflik sosial. Sebab, area laut di zona tersebut juga dimanfaatkan untuk penangkapan ikan secara tradisional, kegiatan wisata, dan berada dekat zona konservasi.

"Penenggelaman keramba itu dari garis pantai hanya 200 meter. Dari kawasan Cagar Alam laut, titik terdekatnya hanya 70 meter," ungkapnya.

Dengan fakta tersebut, Asep menuntut agar izin KJA yang kini beroperasi di Pangandaran segera dicabut guna menghindari konflik antar masyarakat dan kerusakan lingkungan.

“Kita menggembar-gemborkan untuk melestarikan alam semesta, tiba-tiba datang perusahaan dari luar yang menurut kami justru merusak, bukan merawat. Tentu ini juga sangat bertabrakan dengan semangat Pemerintah Kabupaten Pangandaran,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa mayoritas masyarakat Pangandaran menggantungkan hidup dari sektor pariwisata.

“Laut Pangandaran diperuntukkan untuk pariwisata, orang Pangandaran hidupnya juga dari pariwisata,” kata Asep.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau