BANDUNG, KOMPAS.com — Hujan yang turun sejak siang di Desa Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Kamis (4/12/2025), semula tidak menimbulkan kekhawatiran bagi warga.
Intensitasnya ringan dan dianggap sebagai hujan biasa.
Namun, situasi berubah cepat menjelang malam.
Air Sungai Citarum meluap dan mulai memasuki permukiman sekitar pukul 18.00 WIB.
Koko Qorib (70), warga setempat, mengatakan air awalnya hanya menggenangi jalan setinggi mata kaki orang dewasa.
"Naiknya itu pas Maghrib. Hujan dari jam satu siang, tapi biasa saja, tidak deras," ujarnya saat ditemui, Jumat (5/12/2025).
Baca juga: Banjir Rendam 160 KK di Desa Cilampeni Bandung, Warga Belum Terima Bantuan
Beberapa menit kemudian, debit air meningkat tajam.
Arus yang masuk dari arah sungai berubah deras, membawa air berwarna coklat yang menyerbu rumah warga.
"Seperti Sungai Citarum pindah ke permukiman. Jam tujuh malam, air di dalam rumah sudah sepinggang," katanya.
Koko menuturkan, air terus naik perlahan hingga mencapai sekitar satu meter.
Ia sempat mencoba menyelamatkan barang-barang dengan menaruhnya di atas meja, tetapi upaya itu tidak berhasil.
"Mejanya ikut mengambang. Air terlalu tinggi," ujarnya.
Saat banjir makin meninggi, Koko memutuskan mengungsi ke rumah anaknya.
Ia meninggalkan sebagian besar barang berharga karena tidak sempat diselamatkan.
"Istri saya sudah pergi duluan sebelum air naik. Saya menyusul setelah berusaha menaikkan barang," ujarnya.
Baca juga: Dayeuhkolot yang Tak Pernah Kering: Warga Bertahan dalam Derita Banjir Tanpa Akhir
Koko Qorib (70) menunjukan bagaimana luapan sungai Citarum yang terjadi Kamis malam memporak-porandakan warungnya di Desa Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/12/2025)Menurut Koko, air mulai surut sekitar pukul 02.00 WIB dan benar-benar dapat dilintasi warga pada pukul 05.00 WIB.
Ia mengaku baru kali ini rumahnya terendam banjir selama puluhan tahun tinggal di Cilampeni.
"Biasanya kalau banjir hanya di jalan, itu pun semata kaki. Tidak pernah masuk rumah," katanya.
Sebagai pedagang kelontong, Koko menanggung kerugian karena sebagian besar dagangannya rusak terendam air.
"Sayuran dan barang lainnya tidak bisa diselamatkan. Ya rugi, tetapi ini musibah. Mudah-mudahan tidak terulang lagi," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang