Hasil tidak akan mengkhianati proses, hal itu menjadi pegangan Asep menjalankan bisnisnya.
Benar saja, produk buatannya di lirik oleh pasar asing.
Kepada Kompas.com pria yang saat ini diamanahi sebagai Ketua Rukun Warga (RW) di kampungnya itu menceritakan prosesnya.
Saat itu, Asep sedang memasarkan produk topinya secara online.
Baca juga: Bermodal Rp 5 Juta, Lulusan ITB Buat Kulit dari Jamur hingga Tembus Pasar AS, Jepang, dan Eropa
Tiba-tiba ia dihubungi oleh warga Indonesia keturunan Amerika Serikat dan memintanya untuk memperlihatkan produk topi milik Asep.
"Kalau yang ke Amerika awalnya lucu sih, jadi pertamanya mereka itu nyari tempat produksi topi di Indonesia, kemudian nemu kita di Bandung. Setelah komunikasi, langsung, datang ke Bandung. Jadi dia itu nanya dulu alamat, karena kami nyimpen alamat di toko online kita," kata Asep.
Asep menganggap cerita perjalanannya menembus pasar dunia lucu sekaligus berbumbu malu.
Pasalnya, saat dibawa ke rumahnya (tempat produksi pertama) sedang dalam keadaan banjir akibat tanggul jebol.
Kini kerja samanya dengan orang Amerika Serikat itu sudah terjalin selama tujuh tahun.
"Terus kita bawa ke tempat produksian yang lama, kebetulan banjir. Jadi gagal tuh lihat produksian, tapi lanjut ngobrol dan bikin sample terus coba-coba dulu produksi, sedikit-sedikit, sampai sekarang sudah tujuh tahun kerja sama bareng dia. Dari tahun 2013," tuturnya.
Khusus untuk topi yang dikirim dan dijual ke pasar asing, kata dia, diolah dari bahan sampah.
Mulai dari penggunaan kancing topi terbuat dari kaleng bekas, bekas kemasan makanan atau minuman.