Data tersebut menjadi ukuran mengenai gagal atau berhasilnya suatu kepala daerah dalam memecahkan persoalan kesejahteraan sosial. Selama 5 tahun ini faktanya investasi di Jawa Barat menempati posisi tertinggi namun tidak mengurangi jumlah pengangguran.
"Di sisi lain Jawa Barat adalah wilayah Industri, wilayah yang mendapatkan investasi terbesar, tapi penganggurannya tertinggi yakni nomor dua di Indonesia. Maka tentu perlu diperhatikan dengan masuknya investasi, siapa yang bekerja di Jawa Barat," tutur Roy.
Secara teori, minimnya penyerapan tenaga kerja disebabkan karena industri hanya menyerap sedikit pekerja. Jika nilai investasinya tinggi, maka penyerapan tenaga kerja juga besar.
Pakar Ekonomi Unpad, Bayu Kharisma mengatakan, penanaman modal di Jawa Barat saat ii masih didominasi oleh PMDN, tercatat Kabupaten Bekasi menempati posisi ketiga secara nasional pada sektor industri tersebut.
"Nomor satu ada Surabaya, kedua Jakarta Selatan, dan Selanjutnya Bekasi, itu yang PMDN. Sementara PMA, Jawa Barat menempati posisi kelima secara nasional dengan urutan pertama yakni Sulawesi Tengah," ungkap Bayu.
Namun, jika jumlah PMDN dan PMA di Jawa Barat disatukan maka angka investasi Jawa Barat terhitung paling tinggi dengan realisasi sebesar Rp174,6 triliun per Agustus tahun 2022 lalu.
Menurutnya, ada daerah dengan industri padat modal yang dominan, ada pula daerah yang banyak menyerap tenaga kerja untuk industri padat karya.
"Seperti Bekasi, Subang, Purwakarta, industrinya padat karya sehingga menyerap tenaga kerja cukup besar. Tapi kalau Kabupaten Karawang sebaliknya, di sana lebih didominasi oleh industri padat modal. Sehingga di Karawang tidak banyak terserap tenaga kerja," kata Bayu.
Oleh karena itu, BPS menunjukkan data pengurangan pengangguran di Jawa Barat bergerak tipis-tipis meski nilai investasi cukup fantastis. Meski ada pengurangan angka pengangguran, pada 2023 ini Jawa Barat menduduki peringkat kedua dengan jumlah pengangguran terbesar di Indonesia.
Getolnya pembangunan infrastruktur di Jawa Barat cukup menggoda investor untuk emnanamkan modalnya. Akses yang mudah dan cepat menjadi pelicin perputaran ekonomi.
Setidaknya ada 9 Tol baru dibangun di era Ridwan Kamil, beroperasinya Bandara Ketajati, hadirnya Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dan wacana Segitiga Rebana di utara Jawa Barat lebih dari cukup untuk merayu investor.
"Pertama yang dilihat investor adalah infrastrukturnya. Proyek-proyek infrastruktur ini sebetulnya adalah akses untuk memudahkan menjalankan kegiatan industri," papar Bayu.
Baca juga: Arsjad Rasjid: ASEAN Harus Sadari Potensi dan Kekuatan sebagai Surga Investasi Global
Selain infrastruktur yang memadai, sumber daya manusia (SDM) yang produktif juga menjadi poin bagi investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Barat.
"Di kita ini SDMnya sangat produktif. Semakin produktif maka upahnya akan semakin mahal. Hemat saya, investor tidak begitu memandang upah kerja minimum sebagai perhitungan penanaman modal, tapi menghitung dari seberapa produktif SDMnya," jelas Bayu.
Poin selanjutnya yang cukup merayu investor mau menanamkan modal di Jawa Barat yakni dengan mudahnya pelayanan perizinan. Kemudahan perizinan ini terkadang tidak mereka dapatkan di daerah lain.
"Alasan ketiga, kemudahan dalam mengurusi perizinan. Ini yang menurut saya jadi daya tarik investor juga. Pemerintahnya mendukung, disambut dengan infrastruktur yang memudahkan akses dan SDM yang produktif," tandasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang