Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Unpad Sebut Indonesia Tak Miliki Landasan Aturan Kerugian Immateriil

Kompas.com, 25 September 2024, 20:09 WIB
Reni Susanti

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com - Peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Rai Mantili mengatakan, Indonesia belum memiliki landasan aturan apapun berkaitan dengan kerugian immateriil pada perkara wanprestasi. 

Hal ini membuat hakim selalu kesulitan membuktikan kerugian immateriil yang diajukan penggugat.

Rai menyampaikan, akhir-akhir ini gugatan ganti kerugian immateriil semakin banyak dilayangkan dalam berbagai kasus perbuatan melawan hukum ataupun wanprestasi.

Baca juga: Atasi Masalah Rokok, Pusat Kajian Pengurangan Bahaya Dibangun di Unpad

Tuntutan immateriil tersebut meliputi ganti rugi seperti kecemasan, stres, hingga kerugian lain yang tidak dapat diukur secara material.

Sayangnya, lanjut Rai, belum ada landasan hukum yang jelas untuk mengukur kerugian tersebut di Indonesia.

“Belum ada aturannya (undang-undang). Dalam kejadian sehari-hari, banyak orang menggugat ganti rugi immateriil, tetapi belum ada aturannya. Padahal kita adalah negara hukum, apa-apa harus ada aturannya agar ada kepastian hukum,” jelas Rai dalam podcast Hasil Riset dan Diseminasi (HaRD Talk) Unpad

Baca juga: FK Unpad Rekomendasikan Sanksi Berat untuk Dosen Pelaku Perundungan

Dalam rilisnya, Rabu (25/9/2024), Rai mengungkapkan, absennya kepastian dan landasan hukum tersebut memengaruhi cara hakim mengadili perkara yang menggugat ganti kerugian immateriil.

Hakim disebut selalu kesulitan membuktikan kerugian immateriil yang dituntut penggugat.

Pasalnya, hakim tidak memiliki pedoman apapun untuk menghitung, menilai, maupun memberikan putusan terkait jumlah ganti rugi yang harus dibayar.

“Bisa saja melihat putusan hakim terdahulu, dijadikan pedoman hakim selanjutnya. Tapi kan itu berbeda, bukan sumber hukum pertama. Sumber hukum pertama itu kan Undang-undang,” lanjutnya.

Gugatan Bernilai Fantastis

Rai menilai, tak adanya landasan hukum kerap membuat penggugat melayangkan gugatan dengan nilai fantastis. Seperti pada kasus artis yang menuntut kerugian immateriil kepada sebuah hotel dengan nilai mencapai Rp 100 miliar pada 2023. 

Padahal, menurut Rai, seharusnya penggugat tetap mempertimbangkan kesanggupan pihak tergugat untuk memenuhi tuntutan tersebut.

“Karena tidak ada aturannya, jadi penggugat minta saja ganti rugi sebanyak-banyaknya. Nanti kan terserah hakim berapa yang dikabulkan. Yang penting dengan nilai segitu atau di bawahnya,” ucapnya.

Dia menilai, hal ini berdampak banyak hakim tidak memiliki dasar untuk membuat keputusan yang adil terhadap kedua belah pihak. Akhirnya, hakim lebih banyak memutuskan menolak gugatan untuk menghindari adanya kesalahan hukum.

“Rata-rata hakim akhirnya memutuskan nggak mengabulkan gugatan, karena takut salah mungkin ya. Jadi yang dikabulkan hanya gugatan materialnya,” tuturnya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Sebaran Kebun Sawit di Bogor yang Luasnya Terbesar Kedua di Jabar Setelah Sukabumi
Sebaran Kebun Sawit di Bogor yang Luasnya Terbesar Kedua di Jabar Setelah Sukabumi
Bandung
Cerita Haru Pekerja Bangunan Indramayu, Selamatkan Anak Terseret Arus dan Bertahan Hidup Pascabanjir Aceh
Cerita Haru Pekerja Bangunan Indramayu, Selamatkan Anak Terseret Arus dan Bertahan Hidup Pascabanjir Aceh
Bandung
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Kisah Heru, Berjalan Kaki Selama 8 Hari untuk Bertahan Hidup dari Wilayah Terisolir di Aceh
Bandung
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Gudang Obat dan Kosmetik dari China di Gunung Putri Bogor Terbakar, Terjadi Ledakan Beruntun
Bandung
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Sekda Jabar Mengaku Masih Sakit Hati dengan Ulah Resbob yang Hina Orang Sunda
Bandung
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Mobil Berisi 1 Keluarga Terjun ke Jurang Sedalam 20 Meter di Puncak Bogor, 4 Orang Luka-luka
Bandung
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Bandung
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Bandung
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Bandung
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Bandung
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Bandung
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Bandung
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Bandung
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Bandung
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau