CIANJUR, KOMPAS.com – SMA Sulthan Baruna, Kecamatan Cikadu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menjadi sorotan setelah video tes kehamilan siswinya beredar luas di media sosial.
Kebijakan yang telah berjalan selama dua tahun tersebut menuai beragam reaksi publik.
Sebagian mendukungnya sebagai langkah antisipasi, tetapi tidak sedikit yang menilai tindakan tersebut berlebihan.
Menurut pengakuan pihak sekolah, video itu pertama kali diunggah oleh salah seorang guru.
Meski kini telah dihapus karena menimbulkan polemik, video tersebut telanjur menyebar di media sosial dan menjadi viral.
Baca juga: Heboh soal Siswi SMA di Cianjur Jalani Tes Kehamilan, Ini Penjelasan Sekolah
Berikut fakta soal tes kehamilan siswi SMA Sulthan Baruna yang Kompas.com rangkum:
Warganet dihebohkan dengan beredarnya video yang menarasikan siswi SMA di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menjalani tes kehamilan di sekolah.
Video berdurasi 19 detik itu memperlihatkan sejumlah siswi berseragam putih abu, didampingi guru, sedang menjalani tes urine menggunakan test pack di toilet.
Berdasarkan narasi yang disematkan dalam video tersebut, lokasi kejadian berada di lingkungan SMA Sulthan Baruna, Kecamatan Cikadu, Kabupaten Cianjur.
Kepala SMA Sulthan Baruna, Sarman, saat dikonfirmasi membenarkan lokasi dalam video tersebut adalah di sekolahnya.
Namun, menurut dia, narasi yang beredar dalam video itu tidak sepenuhnya akurat.
“Narasi tes kehamilan terlalu vulgar sehingga terkesan di sekolah kami ada siswi yang hamil sehingga dilakukan tes. Padahal, yang sebenarnya dilakukan adalah tes urine sebagai langkah pencegahan," jelas Sarman kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (22/1/2025).
Meski begitu, Sarman mengaku tidak dapat membendung persepsi publik terhadap kebijakan atau program di sekolahnya.
Ia juga menegaskan bahwa video tersebut tidak diunggah oleh pihak sekolah, melainkan merupakan inisiatif pribadi dari salah satu guru.
"Gurunya sudah kami panggil untuk dimintai keterangan dan videonya juga sudah dihapus dari akun TikTok-nya. Namun, kami tidak bisa mencegah jika ada pihak lain yang mengunggah ulang," katanya.
Meskipun menuai polemik, tes kehamilan di SMA Sulthan Baruna Cikadu, Cianjur, dilaksanakan berdasarkan hasil musyawarah dan kesepakatan bersama antara warga sekolah dan orang tua siswa.
Baca juga: Respons Disdik Jabar soal Tes Kehamilan Siswi SMA di Cianjur, Sayangkan Jadi Konsumsi Publik
Menurut kepala sekolah, Sarman, program tersebut telah berjalan selama dua tahun dan rutin dilaksanakan dua kali setahun untuk seluruh siswi.
"Tujuannya adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu langkah pencegahannya adalah dengan melakukan tes seperti ini," ucapnya.
Meski demikian, Sarman mengakui program ini dilatarbelakangi kasus kehamilan salah seorang siswi yang terjadi tiga tahun lalu.
"Pada waktu itu, ada orang tua siswi yang datang ke sekolah dan menyampaikan rencana menikahkan anaknya karena ada kenakalan-lah, begitu," ucap dia.
Berdasarkan kejadian tersebut, pihak sekolah mengadakan musyawarah dengan para orangtua siswa.
Hasilnya, disepakati pelaksanaan program tes urine sebagai upaya pencegahan.
Namun, Sarman menegaskan, tes urine ini tidak hanya dilatarbelakangi kasus tersebut, tetapi juga dirancang sebagai langkah preventif mencegah pergaulan bebas di kalangan siswa.
"Alhamdulillah, selama dua tahun program ini berjalan, tidak ada temuan yang mengindikasikan hal-hal negatif (siswi hamil)," ujarnya.
Tak hanya memicu polemik di kalangan publik, program tes kehamilan di SMA Sulthan Baruna Cianjur juga menarik perhatian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Ilustrasi apa saja tanda awal hamil?Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Jawa Barat, Nonong Winarni, menyampaikan pihaknya telah melayangkan surat kepada kepala sekolah terkait untuk dimintai keterangan.
"Sudah kami panggil (kepala sekolah). Kami undanglah untuk mendengarkan langsung penjelasan terkait kegiatan tersebut," ujar Nonong kepada Kompas.com di Pendopo Bupati Cianjur, Kamis (23/1/2025) petang.
Menurut Nonong, pihak sekolah tidak dilarang untuk menerapkan kebijakan atau program tertentu selama program tersebut bertujuan untuk mendukung pembangunan karakter siswa.
"Setiap sekolah memiliki kebijakan internal masing-masing, dengan cara, strategi, dan metode yang berbeda, sesuai dengan karakter lingkungan dan warga sekolah," katanya.
Namun, Nonong menekankan kebijakan apa pun harus dilaksanakan secara baik, selektif, dan tidak melanggar hak privasi siswa.
"Jika kebijakan tersebut merupakan bagian dari program sekolah, silakan. Namun, pelaksanaannya harus dilakukan dengan tertutup dan tidak mengganggu hak privasi siswa," ujar dia.
Oleh karena itu, setiap program sekolah harus dilaksanakan secara mendidik, tidak melukai perasaan siswa, dan berdasarkan kesepakatan bersama antara warga sekolah, termasuk orang tua siswa.
"Program ini mungkin memiliki tujuan yang baik. Namun, menjadi tidak baik dan sangat disayangkan jika kegiatan yang seharusnya bersifat privasi justru diunggah ke media sosial," ucapnya.
Nonong juga menegaskan bahwa hasil dari tes tersebut hanya boleh digunakan untuk kepentingan internal sekolah dan tidak untuk konsumsi publik, termasuk dalam proses pelaksanaannya.
Baca juga: Bupati Cianjur Buka Suara soal Tes Kehamilan Siswi SMA
Sikap tegas ditunjukkan Bupati Cianjur, Herman Suherman, dengan mendukung program tes kehamilan di SMA Sulthan Baruna.
Namun, Herman menyayangkan program yang baik tersebut diunggah ke media sosial sehingga menjadi konsumsi publik dan menuai polemik.
"Tujuannya bagus, sebagai langkah antisipasi. Hanya saja, cara penyampaiannya kurang tepat. Jangan dipublikasikan, cukup untuk kepentingan internal sekolah," ujar Herman kepada Kompas.com di Pendopo Bupati, Kamis (23/1/2025).
Herman bahkan berharap kebijakan serupa dapat diterapkan di sekolah lain sebagai langkah pencegahan dan peringatan bagi siswa agar tidak terjerumus dalam perbuatan negatif.
"Silakan dilanjutkan karena menurut saya dampaknya positif. Anak-anak jadi lebih bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik," katanya.
Menurut Herman, kenakalan dan pergaulan bebas di kalangan remaja atau pelajar harus menjadi perhatian serius dan memerlukan keterlibatan semua pihak.
"Terutama keluarga, ya, karena keluarga adalah pilar utama dalam mendidik dan mengawasi anak. Orangtua memiliki peran yang sangat penting, pendidikan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pihak sekolah," ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang