Kendati kondisi makam masih seperti itu, pada perayaan kemerdekaan kemarin, pemerintah setempat masih melalukan ziarah.
"17 Agustus kemarin masih ada kok yang ziarah, sekarang juga kadang keluarga yang dimakamkan di sana masih suka ziarah," jelasnya.
Selain kondisi benteng yang mengkhawatirkan, ia menyebut, keramik beberapa makam sudah mulai mengelupas.
Hal ini lantaran belum adanya pemugaran keramik makam serta TMP Kondang kerap terendam banjir ketika hujan lebat.
"Kerap diterjang banjir yang menyebabkan keramik mengelupas dan tembok runtuh," bebernya.
Saat ini di makam tersebut tinggal bersemayam 13 "kusumah bangsa" yang ikut bertempur di pelbagai palagan.
Baca juga: Polisi Bubarkan Balap Liar di Majalaya Bandung, 70 Sepeda Motor Diamankan
Mulai dari pertempuran merebut kemerdekaan, hingga pasukan yang menjadi korban keganasan DI/TII.
Pada tahun 1963, banyak jenazah tentara yang dipindahkan keluarganya.
"Di sini juga banyak makam Laskar Wanita Indonesia (Laswi) ada sekitar 18 peti, tapi tahun 1972 dipindahkan oleh keluarganya," tutur dia.
Adeng mengungkapkan, tak ada makam orang Belanda di TMP Kondang, semua yang pernah disemayamkan di sana merupakan prajurit dan laskar yang ikut berperang mempertahankan kemerdekaan.
"Orang Majalaya ada, orang Kalimantan dari daerah Cianjur, Subang, Bekasi, Bogor karena ada keluarganya yang ziarah, karena ada yang keluarganya jadi tentara atau polisi," ungkapnya.
Adeng menyebut, ia hanya meneruskan apa yang pernah dilakukan orangtuanya, yaitu mengurusi makam.
Dulu, baik ayah dan kerabat terdekatnya tak asing dengan memelihara TMP tersebut.
"Saya mah gak tahu bakal di sini, di sini juga sambil dagang karena dekat dengan sekolah," ucap dia.
Sejak pertama menjadi Juru Pelihara, baru tahun 2007 Adeng mendapatkan SK dan gaji dari pemerintah.