"Ya itu hak mereka untuk melakukan upaya hukum banding. Kita pun punya hak yang sama melakukan upaya hukum atas pertimbangan tersebut. Yang menurut analisa saya dan terurai dalam fakta persidangan jelas, harusnya bebas," kata dia.
Terkait putusan Majelis Hakim yang memutuskan aset milik terdakwa dikembalikan, pihaknya mengatakan,hal tersebut sesuai dengan fakta persidangan.
Saat sidang berlangsung, telah terbukti bahwa kliennya mendapatkan kekayaan tidak hanya dari trading atau menjadi afiliator, melainkan dari usaha lainnya.
Bahkan, sejumlah rekening hasil usaha kliennya yang diklaimnya didapatkan dari pelbagai usaha itu telah ditunjukan.
"Terkait masalah aset yang disita itu jelas kita semua mengikuti proses persidangan. Di mana Doni bisa membuktikan kembali dari mana perolehannya, dimana mendapatkannya dalam mutasi rekening pun dibuktikan, dari mana pendapatannya, bahwa dia sah mendapatkannya. Malahan lebih besar dari hasil trading dia kan," sambungnya.
"Terus para saksi ahli pun mengurai, kalau alasan terkait masalah TPPU itu tindakan para afiliator. Afiliator itu semacam marketing, yang mempromosikan atas produk dan dia mendapatkan imbalan atas jasa mempromosikan. Apa salah? Nah terurai dalam fakta persidangan. Para ahli pun menyebutkan sah," tambah dia.
Tak hanya pihak pengacara yang merasa keberatan dengan vonis yang menjerat kliennya. Ikbar mengatakan, istri dari terdakwa Dinan Fajrina mengalami shock.
"Jelas istri amat sangat kecewa terkait isi putusan tersebut. Karena harapan dari istri ya bebas lah, apa yang menjadi kesalahan suaminya terkait persoalan ini? Makanya tidak beralasan," kata dia.
Pihaknya meminta, para pemangku kebijakan dalam hal ini Majelis Hakim bisa memutuskan dan memperlihatkan keadilan bagi kliennya.
"Istrinya syok banget mendengar putusan tersebut. Dipikir harusnya Doni bebas dari tuntutan. Soalnya telah teurai di fakta persidangan, bahwa tidak beralasan terkait dakwaan-dakwaan oleh saudara JPU," sambungnya.
"Maka mohon untuk para pemegang kebijakan untuk lebih terbuka mata hati. Nah ini ketika kita lebih cenderung mengakomodir keinginan dari publik. Jadi keadaan apapun terkesan dipaksakan. Nah hasilnya keputusan seperti ini lah. Saya pikir tidak beralasan untuk dipertimbangkan," tambah dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.