Ujang mengatakan, untuk menjaga padi yang masih baru dari hama keong, pihaknya memilih berjaga setiap hari dan mengambil keong keong tersebut menggunakan tangan.
Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa keong tersebut sudah dijauhkan dari padi yang masih baru.
"Untuk mengantisipasi keong ada obatnya, Rp 100 ribu sebotol ukuranya satu liter setengah," kata Ujang.
Baca juga: Petani Perempuan di Bengkulu Tewas Dibacok, Diduga Dibunuh Pencuri Petai
Kendati bisa menggunakan obat, namun Ujang khawatir hama keong tersebut tidak mati ketika sudah disemprot menggunakan obat.
"Tapi kalau pakai obat itu kadang suka ketipu, pas disemprot itu sudah kaya yang mati, tapi begitu dikasih airnya lagi seperti hidup lagi, jadi sekarang mah sudah diambil pakai tangan saja," jelas dia.
Sementara, untuk menangani hama tikus, Ujang dan rekan petani lainnya terpaksa harus mengurangi kuantitas air di setiap petak sawah.
Hal itu dilakukan, agar hama tikus pergi mencari makanan lain, lantaran stok air di petak sawah sudah di keringkan dengan sengaja.
Selain itu, para petani juga dibantu dengan keberadaan predator ular yang memburu tikus di sawah.
Namun, tetap saja jumlah predator ular di sawah miliknya tak mampu mengimbangi jumlah hama tikus yang ada.
"Tikus itu pasti kalau makan harus berdekatan dengan air, sederhananya buat minum, nah kita keringkan airnya di petak sawahnya. Kalau soal ular, banyak di sini juga tapi gak seimbang aja jumlahnya," jelas dia.
Baca juga: Hama Ulat Grayak Serang Tanaman Jagung di Sikka, Petani Resah
Sedangkan untuk menangani hama burung, Ujang mengaku belum menemukan cara baru untuk menanganinya.
"Nanti hama burung itu pas sudah jadi padinya baru, nah sekarang paling sementara pake jaring lah," ucap dia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya