Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air yang Genangi Lahan Warga karena Tanah Buangan Tol Cisumdawu Akhirnya Disedot

Kompas.com, 26 Mei 2023, 15:10 WIB
Aam Aminullah,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SUMEDANG, KOMPAS.com- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumedang mulai menyedot air yang menenggelamkan areal persawahan di Blok Cihamerang, Desa Sukasirnarasa, Kecamatan Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat.

Diketahui, lahan seluas 8 hektar itu tergenang akibat disposal atau tanah buangan dari proyek Tol Cileunyi, Sumedang Dawuan (Cisumdawu), yang menutup saluran air di lokasi tersebut.

Kepala Pelaksana BPBD Sumedang Atang Sutarno mengatakan, penyedotan air di lahan terdampak ini sudah mulai dilakukan sejak Kamis (25/5/2023) kemarin.

"Sudah dua hari ini kami mulai melakukan penyedotan air di lahan yang tergenang dampak dari disposal Tol Cisumdawu," ujar Atang kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (26/5/2023) siang.

Baca juga: Jalan Tol Cisumdawu Diblokade Warga 3 Desa, Bupati Sumedang Bentuk Tim Khusus

Atang menuturkan, penyedotan air dilakukan dengan menggunakan dua mesin penyedot air dan dilakukan sejak pagi hingga sore hari.

"Air tersebut kami arahkan ke aliran sungai dan lahan pertanian di sekitar lokasi. Dengan harapan, dapat mengurangi debet air di areal persawahan yang saat ini tergenang (terdampak)," tutur Atang.

Atang menyebutkan, penyedotan air di lahan terdampak tersebut merupakan bagian dari upaya jangka pendek yang bisa dilakukan BPBD Sumedang.

Terutama, dalam meminimalisasi dampak lebih buruk yang akan timbul di kemudian hari, jika dibiarkan tanpa penanganan jangka pendek.

"Mengingat, genangan ini ada akibat saluran air di lokasi tersebut tertimbun oleh disposal tol, maka kami lakukan penyedotan dengan harapan mengurangi beban tekanan dari debet air yang ada. Karena jika dibiarkan, ini memang akan menjadi bom waktu, yang kami khawatirkan dapat menimbulkan dampak lebih buruk seperti jebolnya disposal di lokasi tersebut," sebut Atang.

Baca juga: 8 Ha Lahan Pertanian di Sumedang Tergenang akibat Tanah Buangan Tol Cisumdawu, Tak Ada Solusi dari Pemerintah

Atang mengatakan, dengan penyedotan ini diharapkan debet air dapat terus berkurang sehingga muka air genangan akan semakin surut.

"Kalau airnya surut, harapan kami, sungai yang tertutup disposal tersebut bisa terlihat dan kami bisa melakukan upaya penanganan lebih lanjut, solusi apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini," tutur Atang.

Atang menyebutkan, selain upaya jangka pendek berupa penyedotan air tersebut, Pemkab Sumedang telah melakukan berbagai kajian untuk menanggulangi permasalahan air genangan di lokasi tersebut.

"Melalui instruksi Pak Bupati, kami dari BPBD dan dinas terkait lainnya telah melakukan berbagai upaya dalam meminimalisasi dampak dari adanya genangan tersebut. Kami berharap, pihak terkait lainnya seperti dari Satker Tol, pihak CKJT (Citra Karya Jabar Tol), juga turut serta dan bersama-sama mencari solusi terbaik dari permasalahan ini," ujar Atang.

Diberitakan sebeleumnya, lebih dari 8 hektar sawah dan lahan pertanian darat di wilayah Blok Cihamerang, Desa Sukasirnarasa, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat tergenang air dampak disposal Tol Cisumdawu.

Baca juga: Ridwan Kamil Usul Ganti Nama Jalan Tol Cisumdawu Jadi Ali Sadikin, Ini Alasannya

Jika terus dibiarkan tanpa ada solusi konkret dari pemerintah dan pihak terkait lainnya, genangan air akan terus meluas dan mengancam 46 rumah yang kini berada di atas genangan air.

Bahkan, jika terus dibiarkan, tingginya debit air genangan saat ini bisa jebol dan mengancam merendam 2 kecamatan (Rancakalong, dan Sumedang Selatan) di sepanjang jalur tersebut, atau sekitar 4 kilometer.

Kepala Desa Sukasirnarasa Rasidi mengatakan, lahan disposal atau tanah buangan dari proyek Tol Cileunyi, Sumedang, Dawuan (Cisumdawu) tersebut sudah ada sejak tahun 2013.

Pada 2020, lahan disposal seluas 9.5 hektare dengan ketinggian 30 meter tersebut pecah hingga menutup gorong-gorong saluran air Sungai Cipicung (Anak Sungai Cimanuk, BBWS Cimanuk-Cisanggarung) di bawahnya.

"Tahun 2020 sempat teratasi, tapi mungkin karena tidak kuat lagi menahan disposal di atasnya, tahun 2021 kembali pecah hingga total menutup gorong-gorong di bawahnya," ujar Rasidi kepada Kompas.com di lokasi genangan air di Blok Cihamerang, Selasa siang.

Baca juga: Rindu Cucu dan Tak Punya Ongkos, Kakek Nenek Ini Jalan Kaki Menyusuri Tol Cisumdawu

Rasidi menuturkan, dampak dari saluran air yang tertutup disposal tersebut hingga hari ini sudah lebih dari 8 hektare sawah dan lahan pertanian darat lainnya tergenang air.

"Karena tergenang air, sudah tiga kali masa panen, petani kami tidak bisa bercocok tanah. Lahan yang sudah tergenang itu milik 38 petani," tutur Rasidi.

Rasidi menuturkan, selama tiga kali masa panen tidak bisa bercocok tanal itu, tidak ada ganti rugi dari pihak manapun untuk mengganti kerugian petani.

"Kalau dinominal uangkan, tiga kali masa panen di 8 hektare lahan itu totalnya sekitar Rp 240 juta. Dengan hitungan 1 kali panen Rp 80 juta," sebut Rasidi.

Rasidi mengatakan, bila terus dibiarkan tanpa ada solusi, genangan air tersebut akan terus meluas dan mengancam permukiman warga yang kini berada di atas permukaan air genangan.

"Ketinggian air yang sudah merendam 8 hektare lahan itu sekarang sudah 30 meter. Kalau dibiarkan, kami khawatir permukiman warga dengan total 46 rumah di atasnya longsor," ujar Rasidi.

Baca juga: 8 Ha Lahan Pertanian di Sumedang Tergenang akibat Tanah Buangan Tol Cisumdawu, Tak Ada Solusi dari Pemerintah

Selain itu, kata Rasidi, tingginya debit air ini juga dikhawatirkan akan jebol hingga lahan genangan air meluas.

"Kalau sudah jebol, air bahnya bisa mengancam wilayah hingga 4 kilometer dari Sukasirnarasa (Rancakalong) hingga ke Desa Ciherang (Sumedang Selatan)," ujar Rasidi.

Rasidi menuturkan, pihak desa sejauh ini sudah berupaya menyampaikan keluhan ini kepada berbagai pihak.

"Mulai dari Bupati Sumedang, Gubernur Riwan Kamil, pihak Satker Tol Cisumdawu, CKJT (Citra Karya Jabar Tol), Balai Jalan Nasional, Kementerian, hingga membuat konten video yang ditujukan langsung kepada Bapak Presiden Joko Widodo. Tapi belum ada solusi dan langkah konkretnya mau seperti apa," tutur Rasidi.

Baca juga: Tol Cisumdawu di Sumedang Tertutup Asap Kebakaran Lahan, Pengguna Diminta Waspada

Rasidi berharap, ada solusi konkret dan segera mengingat ancaman yang ditimbulkan akan sangat fatal jika terus dibiarkan tanpa ada penanganan.

"Dari kami dan warga hanya berharap pemerintah, Pak Presiden lebih peka terhadap dampak buruk yang akan ditimbulkan, karena jika tetap dibiarkan dan kapan saja ini bisa jebol akan terjadi bencana besar. Jadi kami berharap, segera tindaklanjuti permasalahan dengan solusi yang tepat, mau seperti apa. Dan harapan kami ada penggantian untuk masyarakat yang terdampak genangan air akibat disposal Tol Cisumdawu ini," kata Rasidi. AAM AMINULLAH

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Disorot Pakar Hukum, Dedi Mulyadi Tegaskan Surat Edaran untuk Mitigasi Bencana, Lindungi Warga
Bandung
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Banjir Meluas ke 20 Desa di Cirebon, BPBD Siaga Evakuasi Warga
Bandung
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Dedi Mulyadi Siapkan Rp 1 Miliar untuk Pulangkan 300 Warga Jabar dari Aceh
Bandung
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Bandung
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Bandung
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Bandung
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Bandung
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Bandung
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Bandung
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau