Pria yang akrab disapa Toing ini, terus konsisten membuktikan ucapannya. Sejak bergabung di tahun 2010-2013, dia belum pernah mendapatkan uang.
"Baru mendapat uang dari kementerian Rp 100.000 per bulan di tahun 2013, naik jadi Rp 150.000 per bulan di tahun 2015, dan naik lagi jadi Rp 250.000 per bulan di tahun 2019 sampai sekarang."
"Itu pun diterima enam bulan sekali. Kalau dari Kabupaten Cirebon hanya Rp100.000 per bulan," ungkap Sis.
Padahal, sejak tahun 2010, dia harus menafkahi istri, Julaeha (39) dan anak pertamanya Popi, yang saat itu berusia tujuh tahun, lalu anak keduanya Siti, yang lahir di tahun 2012.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka, Sis berjualan es krim tung tung keliling, yang menggunakan gerobak dan sepeda motor. Uang yang masih jauh dari kata lebih, namun cukup untuk makan satu dua hari.
Setelah berhenti jualan es krim keliling empat tahun lalu, Sis mulai berjualan makanan ringan beberapa jenis kerupuk, keripik, basreng, dan lainnya.
Dia juga kerap menjadi kuli panggilan untuk tebang pohon dan juga bangun rumah.
Kerja keras serabutan itu, tak membuat Sis menolak dari berbagai perintah penugasan Dinas Sosial untuk pergi ke berbagai daerah, antara lain ke Bogor, Banjir Bandang Garut, Bromo, Cianjur, Sumedang, dan lainnya.
Baca juga: Cerita Relawan Tagana, Tak Pandang Jumlah Tali Asih sebagai Hambatan
Sejumlah prestasi serta piagam penghargaan juga diterimanya. Pria yang kini menginjak usia 48 tahun, dipercaya sebagai ketua sejak tahun 2020.
Di akhir masa jabatannya ini, dia sedang memperjuangkan upah layak untuk Tagana sebesar Rp 1.000.000 per bulan dari APBD Kabupaten Cirebon.
Nominal Rp 1.000.000 merupakan aspirasi dari seluruh anggota Tagana yang juga merasa kesulitan memenuhi kebutuhan rumah tangga, di tengah fluktuasi harga sembako yang tak menentu.
"Akhir Desember 2024, jabatan ketua saya berakhir. Sejak beberapa tahun lalu, hingga saya menjabat, hanya satu perjuangan saya untuk rekan-rekan, agar insentif untuk Tagana ditingkatkan menjadi Rp1.000.000."
"Karena insentif dari kabupaten yang hanya Rp 100.000 sangat jauh tertinggal dengan Kabupaten di sekitar, padahal Kabupaten masuk wilayah rawan bencana," kata Sis.