Satwa ini endemik pulau Jawa yang juga satwa dilindungi sesuai Permen LHK No. 106/2018.
"Oleh karena itu kami mengharapkan koordinasi lintas sektor untuk dapat mewujudkan amanat tersebut sebagai bbentuk upaya bersama terkait pelestarian macan tutul jawa di kabupaten Karawang," kata Vitriana dalam keterangan yang diterima Kompas.com.
Vitriana mengimbau masyarakat untuk tidak memburu macan tutul. Pihaknya akan mengedukasi masyarakat bagaimana beternak, terutama membuat kandang yang bisa terhindar dari serangan satwa liar.
Bernard T Wahyu Wiryanta, Fotografer dan Peneliti Satwa Liar dari SCF mengatakan, ketakutan masyarakat akan serangan macan tutul jawa hal yang wajar.
Namun masyarakat perlu diedukasi bahwa macan tutul jawa cenderung menghindari manusia, dan tidak akan menyerang manusia. Berbeda dengan harimau yang ada potensi menyerang manusia dalam beberapa kasus.
"Adapun terkait jenis satwa yang memangsa ternak warga dari laporan assesment Ranger, dari jejak yang ada, ciri-ciri serangan di ternak yang mati, juga kesaksian warga, diduga adalah karnivora besar jenis macan tutul jawa atau Panthera pardus melas," kata Bernard.
Bernard menyebut lokasi konflik satwa liar di Tamansari tersebut masih habitat macan tutul jawa, dan masih merupakan kawasan lindung bagian dari Karst Pangkalan.
“Lokasinya berada Blok 1A hutan Perum Perhutani BKPH Pangkalan, KPH Purwakarta, Divisi Regional Jawa Barat-Banten. Ini masih masuk kawasan Karst Pangkalan, dan hutannya masuk dalam koridor karnivora besar yang menyatu dengan hutan kawasan Pegunungan Sanggabuana, termasuk sampai ke hutan di sisi selatan Waduk Jatiluhur," kata Bernard.
Menurut Bernard, kebiasaan masyarakat di kawasan Sanggabuana banyak yang memelihara ternak dengan membangun kandang di tengah hutan, termasuk menggembalakan ternaknya di hutan.
Kadang masyarakat pada saat malam hari tidak memasukkan ternaknya ke dalam kandang, tetapi mengikat di luar kandang.
"Pola semacam ini sangat rawan menjadikan ternak warga menjadi sasaran satwa liar," ujarnya.
Bernard berharap Pemkab Karawang bersama BBKSDA Jawa Barat mengedukasi masyarakat untuk membangun kandang halau atau kandang ternak yang bisa menahan serangan satwa liar.
Ia juga mengimbau warga tidak membiarkan ternaknya di luar kandang pada waktu malam hari.
Menurutnya, pola kandang kolektif dengan membangun beberapa kandang dalam satu tempat yang dijaga bergantian bisa mencegah serangan satwa liar. Termasuk menanam tanaman pakan ternak di sekeliling kandang kolektif.
"Jadi tidak perlu lagi menggembalakan ternaknya sampai jauh ke dalam hutan," kata Bernard.
Adapun terkait masyarakat yang akan membalas dendam dengan memburu macan di hutan, Bernard mengimbau warga untuk tidak memburu macan.
Karena macan tutul jawa merupakan satwa dilindungi. Sehingga jika kedapatan memburu masyarakat bisa dikenai sanksi pidana sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAE.
Sedangkan untuk ternak yang mati karena serangan satwa liar, Bernard menyarankan pemerinta desa, kecamatan atau Pemkab Karawang untuk memberikan bantuan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang