"Kami dengan teman-teman ITB Dr James Nobelia, mendesain sistem dari pemompaan, filterisasi, terus disimpan di tanki, kemudian dikirim ke menara untuk didistribusikan ke rumah warga. Saat ini baru satu sumur, harapannya bisa berkembang," kata Mipi kepada Kompas.com sesaat setelah peletakan batu pertama.
Pada tahap awal, ada sekitar 350 rumah yang dihuni 1.600 warga, akan mendapatkan manfaat. Mereka berada pada jarak radius sekitar 500 meter dari titik pusat instalasi Program WASH.
Mereka tidak akan lagi menggunakan air irigasi yang kotor seperti yang dilakukan bertahun-tahun. Untuk tahap awal, dana yang dikeluarkan Rp 600 juta.
Tidak hanya itu, setelah instalasi program ini selesai, tiap penerima manfaat air bersih akan membayar iuran. Mereka akan menggunakan dana itu untuk kebutuhan perawatan, sekaligus pendanaan penerapan program serupa di sekitarnya.
Dwi Iqbal Noviawan, General Manager YBM BRILiaN menyampaikan, Masyarakat Guwa Lor tidak memiliki mutu air baku yang layak untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
"Kami fokus penyediaan air bersih, WASH, Water, Sanitation, and Higiene. Program ini konsentrasi pada wilayah kekeringan dan krisis air bersih, penyelesaian sanitasi, dan edukasi perilaku hidup sehat masyarakat," kata Iqbal.
YBM BRILiaN juga mendorong agar masyarakat sekitar mendirikan Kelompok Swadaya Pengelola Air Bersih (KSPAB).
Kelompok ini akan bertugas untuk mengelola layanan air bersih ini hingga lebih mandiri dan dapat membangun hal serupa di daerah sekitar yang belum teraliri air bersih.
Untuk program ini, YBM BRILiaN, sambung Iqbal, menganggarkan biaya total Rp1 miliar, sejak awal hingga akhir. Pihaknya juga "sharing cost" dengan beberapa pihak terkait untuk menguatkan program hingga tuntas.
Syafrudin yang juga menjabat Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon mengatakan, sejumlah lembaga amil zakat juga membantu pengadaan 8 sumur bor yang akan mengaliri 470 hektar lahan pertanian.
Dengan ketersedian air yang mencukupi ini, petani akan memaksimalkan seluruh masa tanam. Mereka yang semula hanya bertani pada MT1 musim hujan, dan MT2 musim gadu saja, kini juga akan menanam padi pada MT3 yakni musim kemarau.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang