"Saya dan bapak yang bertugas cari tutut, setelah sampai di rumah tugas istri dan keluarga memasak dan menjual tutut di pinggir danau. Alhamdulillah, sudah lima tahun, lancar," kata Jefri saat ditemui Kompas.com di rumahnya.
Jefri juga menjadi contoh salah satu nasabah BRI yang naik kelas.
Selama lima tahun, bantuan modal yang didapat membuat usahanya meningkat hingga beberapa kali menambah nilai permodalan.
Kini Jefri menambah perahu agar lebih kuat dan aman membelah Danau Waduk Darma mencari tutut.
Ita Ernawati (39), pelaku UMKM "Tutut Mirasa", menjadikan tutut hasil petani menjadi olahan kuliner unik nan istimewa.
Melalui percobaan berulang kali, Ita berhasil menghilangkan aroma amis dan rasa lumpur dari tutut.
Ita memadukan rempah-rempah nusantara berupa kunyit, jahe, serai, daun jeruk, dan jeruk limo, menjadi sajian kuliner bergizi bercita rasa tinggi.
Ibu dua anak ini juga membuat varian rasa dari menu original kuah kuning, menjadi tutut balado, tutut saus tiram, tutut saus padang, dan tutut rica-rica dengan interval harga Rp40.000 hingga Rp80.000 per kilogram.
Ita meningkatkan berkali lipat nilai ekonomi dari harga tutut mentah.
"Yang membedakan hilang bau amis dari khas tutut, bau lumpur juga hilang. Resepnya rempah-rempah. Alhamdulillah, hari biasa 40 kilogram, dan Sabtu-Minggu bisa 60 kilogram, kalau ada pesanan bisa lebih banyak," kata Ita saat ditemui Kompas.com pada Sabtu (23/11/2024) petang.
Sopyan (43), Direktur Bumdes Mekar Jaya Desa Jagara menyampaikan, mulanya warga menganggap tutut sebagai masalah.
Banyak wisatawan terganggu limbah cangkang tutut yang berserakan dan menyebarkan aroma amis.
Di tahun 2016, Sopyan mulai membersihkan tutut dengan menjualnya ke luar kota.
Ternyata ada banyak pedagang yang siap menampung tutut mentah.
Sebagai direktur Bumdes, dia melihat potensi besar, yakni membersihkan limbah tutut, membuat nyaman wisatawan, dan mendapatkan untung dari tutut mentah.