Kendati hidup dalam kondisi memprihatinkan, namun mak Idah mengaku belum pernah sekalipun mendapat bantuan dari pemerintah.
Ironisnya, warga lain yang kondisinya lebih baik dari mereka justru yang rutin menerima bantuan.
Mak Idah bukan tanpa upaya, beberapa kali pernah menanyakan. Namun, jawaban yang diterima selalu sama.
"Nama emak katanya tidak ada di daftarnya," kata dia.
Baca juga: Longsor Melanda Cianjur, Gerus Sawah dan Rumah Warga
Mak Idah pasrah dan hanya bisa mengelus dada setiap melihat tetangganya berjalan beriringan untuk mengambil bantuan dari pemerintah.
"Suka pingin nangis lihatnya, tapi anak dan cucu suka ingetin, emak udah jangan sedih, jangan nangis, belum rezekinya," ucap mak Idah lirih.
Untuk menyambung hidup, Mak Idah bekerja serabutan, membersihkan ladang milik orang hingga membuat pocisan.
Pocisan merupakan gulungan daun pisang yang diikat dengan tusukan lidi sebagai wadah untuk menanam bibit sayuran, seperti wortel, kol, dan sawi.
"Seharian mocis bisa dapat 1.500 buah, itu pun dibantu sama anak dan cucu. Upahnya Rp 7.000. Tapi tidak rutin, kalau ada yang nyuruh aja, seminggu paling sekali atau dua kali," tutur mak Idah.
Baca juga: Ada Sekolah Belum Terisi Penuh PPDB Jateng, Ganjar Buka Ruang untuk Keluarga Miskin
Karena itu, jika tidak punya uang untuk belanja kebutuhan sehari-hari, ia dan anaknya mencari dan meminta umbi-umbian ke kebun.
Melongok ke dalam rumahnya, tak ada satu pun barang berharga, yang tampak hanya sebuah kompor gas.
Mak Idah mengaku perkakas dapur itu peninggalan suaminya. Namun sudah lama tak dipakai.
“Ada buat beli gas tidak ada buat beli beras. Jadinya kalau masak pakai kayu bakar saja,“ ucap mak Idah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.