Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Upacara Adat Sunda dari Menyambut Kehamilan dan Kelahiran Bayi

Kompas.com - 26/08/2023, 22:33 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Dalam tradisi masyarakat Sunda, terdapat berbagai upacara adat terkait daur hidup manusia yang masih dilakukan hingga saat in.

Upacara adat Sunda tersebut dilakukan dengan cara tertentu yang memiliki maksud dan makna yang baik.

Baca juga: 10 Tradisi Khas Sunda, Ada Botram dan Sisingaan

Sesuai perjalanan kehidupan manusia, upacara adat ini dilakukan ketika menjalani tahap masa kehamilan, melahirkan, dan pernikahan.

Berikut adalah beberapa upacara adat Sunda terkait daur hidup serta penjelasannya.

Baca juga: Asal Usul dan Arti Nama Makanan Sunda Bala-bala, Citruk, Rarawuan, dan Gorejag

Upacara Adat Sunda saat Menyambut Kehamilan

Masyarakat Sunda mengenal tiga tradisi menyambut kehamilan yang dilakukan sesuai umur kehamilannya. Upacara adat ini dilakukan ketika kehamilan memasuki usia empat bulan, tujuh bulan, dan sembilan bulan.

Baca juga: Bangkerok, Makanan Khas Sunda yang Disebut Mirip Pizza

Yang menarik adalah upacara adat saat kandungan berusia tujuh bulan yang disebut tingkeban.

Tingkeban berasal dari bahasa Sunda diartikan sebagai “tingkeb” artinya tutup, memiliki makna bahwa ibu yang sedang mengandung dilarang beraktivitas yang berat karena usia kandungan mendekati masa melahirkan.

Upacara adat tingkeban dimulai dengan pembacaan doa, prosesi siraman yang dibarengi dengan pelepasan belut dan pemecahan kelapa.

Saat kelapa dijatuhkan ke tanah terdapat maksud untuk menebak jenis kelamin bayi, yaitu apabila kelapa itu tidak pecah maka bayi yang dalam kandungan
berjenis kelamin laki-laki, sedangkan apabila kelapa tersebut pecah maka bayi tersebut perempuan.

Upacara adat ini diakhiri dengan prosesi menjual rujak kanistren yang dibeli dengan koin dari genting.

Upacara Adat Sunda saat Menyambut Kelahiran Bayi

Ketika menyambut kelahiran sang buah hati ke dunia, masyarakat Sunda akan melakukan beberapa tahapan upacara adat.

Upacara adat Sunda saat menyambut kelahiran bayi merawat tembuni, nenjrag bumi, puput puseur, ekahan, nurunkeun, dan cukuran.

Merawat Tembuni

Upacara adat merawat tembuni adalah ritual khusus saat mengubur atau menghanyutkan tembuni (ari-ari) yang dianggap saudara bayi dalam kepercayaan masyarakat Sunda.

Tembuni akan dibersihkan, kemudian diletakan ke dalam kendi dan diberi bumbu-bumbu yakni garam, asam, serta gula merah. Terakhir, kendi ditutup dengan kain putih serta diberi bambu kecil, digendong oleh paraji dan didoakan sebelum dikubur atau dihanyutkan.

Nenjrag Bumi

Upacara adat nenjrag bumi adalah ritual unik agar bayi kemudian kelak menjadi pemberani, tak mudah takut dan terkejut yang dilakukan dengan dua cara.

Pertama dengan menghentakkan kayu atau alu di dekat bayi yang dibaringkan sebanyak tujuh kali. Kedua dengan meletakkan bayi di pelupuh (lantai bambu), kemudian ibunya akan menghentakkan kaki ke pelupuh sebanyak tujuh kali.

Upacara Puput Puseur

Upacara puput puseur dilakukan setelah pusar bayi mengering dan lepas dengan maksud agar pusar tidak menonjol ke luar. Hal ini dilakukan dengan cara meletakan tali pusar ke dalam kanjut kundang yang ditutup dengan bungkusan kasa berisi uang logam dan kemudian diikatkan ke perut bayi.

Upacara ini diadakan dengan tahapan memberikan nama, membaca doa selamat, serta membagikan bubur merah dan bubur putih ke keluarga besar dan tetangga.

Ekahan

Ekahan adalah upacara adat aqiqah setelah bayi berusia 7 hari, 14 hari, atau 21 hari, dalam rangka memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan karena telah dikaruniai buah hati.

Orang tua sang bayi akan menyembelih domba atau kambing dengan ketentuan dua ekor untuk anak laki-laki atau seekor jika anak perempuan, yang kemudian dimasak dan dibagikan.

Nurunkeun

Upacara nurunkeun adalah upacara adat yang dilaksanakan pada hari ketujuh setelah upacara puput puseur dengan tujuan mengenalkan bayi pada lingkungan sekitarnya.

Orang tua akan menyediakan makanan ringan serta buah-buahan yang dibungkus dan digantung pada bambu melintang, sementara makanan berat diletakkannya di bawahnya. Di bambu yang sama, dibuat pula ayunan kain yang digunakan untuk menimang bayi selagi paraji membacakan doa.

Seusai prosesi berakhir, tamu akan dipersilahkan menyantap makanan yang tersedia, sementara makanan ringan yang digantung pada bambu dibagikan ke tamu anak-anak.

Cukuran

Cukuran adalah upacara adat yang dilaksanakan pada hari ke 40 untuk membersihkan atau menyucikan rambut dari segala najis.

Bayi akan dibaringkan di tengah para tamu yang akan bersholawat serta berdoa, sementara beberapa di antaranya akan mencukur rambut sang bayi.

Sumber:
repository.uniga.ac.id  
gramedia.com  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com