Karena ketakutan, korban akhirnya menyerahkan uang Rp 700 juta dalam tiga tahap atau selama periode 2023-2024.
Sementara uang hasil pemerasan, merupakan uang pribadi para pejabat Disdik yang patungan untuk diberikan ke Yusuf saat terjadi pemerasan pada periode 2022-2024.
Korban atau pejabat tersebut disebut telah ikhlas dalam memberikan uang ke Yusuf.
Kuasa hukum pun tidak mengetahui asal-usul uang yang diberikan ke Yusuf, apakah hasil korupsi pengadaan e-katalog di Dinas Pendidikan atau tidak.
"Kita tidak tahu (sumber uang) itu, apakah pelapor korupsi atau tidak. Yang jelas keterangan fakta di persidangan, pelapor menyampaikan bahwa itu uang pribadi. Mereka patungan memberikannya ke Yusuf. Itu mereka ikhlas dalam memberikannya," ujarnya.
"Jadi harus kita gali lagi asalnya dari mana. Tapi itu juga sudah kita gali dan mereka menyampaikan bahwa itu uang pribadi mereka," imbuh Berto.
Pejabat yang memberi uang kepada Yusuf tidak dijatuhi hukuman.
"Dalam pemberian uang tersebut, untuk hal itu tidak terbukti karena ini pasal penipuan. Jika pasalnya dikenakan suap, maka pemberi dan penerima baru dikenakan. Karena ini pasalnya penipuan, maka yang memberi (pejabat) pun tidak dikenakan hukum," pungkasnya.
Dalam sidang tuntutan yang berlangsung pada Jumat kemarin, terungkap fakta bahwa terdakwa melakukan penipuan terhadap korban (pejabat) selama kurun waktu 2022 sampai 2024 dengan modus sama di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang