Perjalanan Ajo muda untuk mendapatkan uang lebih nyatanya membuahkan hasil. Sayuran seperti Buncis, Cabai Rawit, Tomat dan Kol membawanya ke kehidupan yang lebih layak.
"Waktu itu di Lembang, mungkin karena tanahnya bagus ya. Daerah Cisarua, lumayan Abah bisa bangun Bilik (rumah dengan bahan serat kayu) di sini di Manglayang," katanya.
Abah Ajo mengaku pertemuannya dengan Yasih (58) sang istri tak lepas dari dunia pertanian.
Setelah cukup untuk membeli sebidang tanah dan di bangun rumah di kaki gunung Manglayang, tepatnya Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Curhat Petani Cabai Rawit di Bandung, Gagal Panen karena Hama Patek hingga Berharap Subsidi Pupuk
Abah Ajo membawa sang ayah serta sang adik untuk tinggal bersama di rumah barunya. Sekalipun hanya berdinding bilik, Abah Ajo dan keluarganya merasa nyaman.
"Alhamdulilah dari menanam sayuran bisa ke beli, dulu mah harganya murah, tapi bersyukur lah," terangnya.
Saat Ajo, akan memulai bertani Kopi, ia mesti ditinggal pergi sang Ayah. Seorang guru pertanian yang sampai saat ini masih ia pegang ilmunya.
"Awal 90 an saya lupa, Abah meninggal, waktu itu Saya lagi garap kopi di sini di Palintang," ungkapnya.
Siapa sangka, meski hanya lulusan SD dan mengandalkan cangkul sebagai alat sehari-hari.
Ternyata Abah Ajo pernah mengajari ratusan mahasiswa yang mengambil studi pertanian.
Baca juga: Harga TBS Sawit Menukik Tajam, Harga Pupuk Melambung Tinggi, Petani Menjerit
Abah Ajo tidak mampu lagi mengingat nama-nama mahasiswa itu.
Namun, ia masih ingat salah satu kampus pertanian di Jawa Barat merupakan kampus yang paling sering mahasiswanya dibimbing ketika praktik.
"Iyah itu kampusnya, sering tuh, kopi, singkong, kadang cengkeh atau sayuran. Terakhir itu tahun 2015 yang ke sini mencari dan penelitian," tambahnya.